Langsung ke konten utama

Aku Dimatamu, Begitukah?


Aku selalu serupa itu... Yah, itulah aku selalu saja berkata. Jangan begini! Jangan Begitu. Harus Ini, Harus Itu. Serupa Ibumu... Apakah aku mengingatkanmu pada ibumu?
Tentu ada yang sama diantara kami, tercipta sebagai perempuan. Makhluk yang hatinya begitu perasa. Saking perasanya terkadang bahkan ibu seakan ingin memasukkan kembali anak-anaknya ke dalam rahimnya. Untuk menjaganya. Paling tidak, itu yang pernah ibuku katakan padaku, kurekam baik-baik, memcoba merenungkannya. Ibu begitukah dirimu? Bagaimana dengan ibumu?
Yah, kutanyakan kembali? Apakah aku serupa ibumu? Ah, sungguh aku tidak ingin banyak suara, tapi aku tidak mampu hanya menanggapi keluh kesahmu dengan diam dan helaan nafas, lalu tersenyum sembari mengatakan, tidak apa-apa.
Mungkin aku serupa itu, selalu berkata ini dan itu, seolah aku mengetahui semuanya, paham segalanya, seakan-akan hidupku berjalan sempurna...
Tapi, taukah kau terkadang aku juga, kebingungan dengan janji-janjiku, tentang target-targetku, linglung atas pencapaian-pencapaianku yang nyaris kandas. Tidak sedikit lalai yang tercipta.
Tapi dik sayang, aku melihat dirimu dari cermin kata yang terucap lewat bibirmu. Bukan kau yang terbayang olehku, seorang anak manis yang selalu dikabarkan orang padaku. Kau selalu manis di depan ibumu, ayahmu, nenek kita juga pada ibuku. Oh dik, Ternyata kehidupan menyeretmu pada arah yang sedikit rapuh.
Ah, dik ada apa denganmu, inginya aku menarikmu, tanpa membuatmu terluka, ingin kuajak kau melihat dunia baru yang telah kuhinggapi, setidaknya aku ingin disini selamanya. Berpijak hanya pada-Nya.
Hati-hati dik,,, doa, saat ini setelah senyumanmu, sehimpun doa berpilin di udara, Juga Untukmu... Sungguh, ku hanya kau tak ingin terjatuh pada sesosok setan berkedok serupa diri kami..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari Palayanan Kesehatan Makassar, Menebar Inspirasi dan Manfaat Bersama Astra

Bagi kami sekeluarga berobat ke dokter dan dirawat inap di rumah sakit adalah pilihan terakhir. Ibu saya pernah mengalami trauma pasca kematian adik saya. Usianya baru tiga bulan saat itu, Amal, nama almarhum demam   tinggi dan sangat rewel, situasi   yang tidak biasa karena biasanya Almarhum adalah bayi yang tidak rewel. Saat itu, Ibu akhirnya memutuskan untuk membawa adik saya ke rumah sakit, setelah dirawat inap tiga hari. Amal meninggal. Saya lupa apa penyebab kematiannya, usia saya saat itu masih tiga tahun, tapi konon saat itu adik saya mengalami mal praktek. Selepas kejadian tersebut, Ibu akhirnya sangat trauma. Bahkan saat saya sakit tipes, hampir satu bulan lamanya saya bedrest di rumah, ibu tidak ingin saya dirawat di rumah sakit.  Mungkin kasus tentang adik saya tersebut hanya satu di antara ratusan kasus yang terjadi, sebagian diketahui oleh publik sebagian lagi hanya menjadi cerita yang tidak tersampaikan. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu fa...

Alasanku Meninggalkanmu Saat Itu...

Dulu pas awal2 nikah, sy juga suka nonton GGS  (Ganteng-ganteng Serigala) 😁, sekitaran tahun 2015, suka nonton sama suami... N ngefans sama si Prilly ini, di situ actingnya lebay, tapi suka sekali... Ternyata memang krn dia sekeren ini, dengan berbagai prestasinya... Di full podcastnya Domani Siblings juga akhirnya tau kenapa dia sesakit itu sama si lawan mainnya waktu. Oia ini link full podcastnya Domani yang ngewawancara Prilly sampai akhirnya Prilly buka-bukaan: https://youtu.be/bj4WVd2I_vM?si=qrmvB3l_7I-kcSUh Dan sempat heran aja, kenapa dia segitu ngak maunya disangkut pautkan dengan si lawan mainnya. Dan sangat ingin membuktikan bahwa dia juga bisa acting dan jadi terkenal karena bakatnya sendiri, atas kerja keras berdiri di atas kaki sendiri, tentunya dengan doa dan dukungan orang-orang terdekatnya... Ternyata oh ternyata, bukan aja tak dianggap tapi sempat di block kariernya... Sedih banget ngak sih... Yah.. Hal yang paling menyakitkan bagi perempuan adalah tidak diangg...

Aku yang Tersesat Di Bawah Ribuan Bintang

Aku tak lagi sama Bumi berputar dengan cepat Bocah-bocah yang dulu berlarian saat dikampung Sekarang sudah menjelma menjadi Ibu dan Bapak Aku tak lagi padai menyulam kata Kata-kata indah dari sanubariku tetiba ludes Oleh dinamika kehidupan  Aku berada di bawah puisi bintang-bintang Namun, Tak tahu lagi kubaca puisi dari rasi bintang tidak kulihat lagi jalan pulang Dulu, aku dapat mendengar suara angin Berbuai, bahkan berkirim dan menitipkan pesan padanya Kini, angin hanya menghembuskan hawa panas yang ketus Aku masih di bawah bintang-bintang Berharap menemukan bintang jatuh Untuk mengabulkan permintaanku Aku ingin kembali ke masa dimana  Aku dapat membaca Kemana arah bintang yang membawaku pulang