
Dia : Dasar gadis cengeng.
Aku : Akh, kau tidak mengerti.
Dia : Akh, aku mengerti semuanya, apa perlunya tetesan bening itu kau keluarkan.
Aku…
Dia : Akh, tidak usah melakukan pembelaan. Kau memang rapuh. Akui saja.
Aku : Yah, kuakui. Puas? Kau tahu aku juga tidak ingin begini. Aku juga tidak ingin menangis, pun didepanmu. Jika aku diberi pilihan aku tidak mau mengangis. Tapi ini bukan soal keinginan ataupun memilih aku harus.
Dia : Baiklah, terserah padamu menangislah terus,
Aku : Ini bukan alasan pembelaan. Sungguh aku sungguh malu jika menangis, namun apa daya. Yah terserah kau mau bilang aku rapuh. Terserah padamu sajalah. Toh tangisanku kali ini bukan karena nyaliku kecil. Entahlah perasaan itu tiba-tiba datang sedih. Aku tidak bisa menjelaskan kronologisnya, mungkin aku hanya bisa mereka-reka.
Aku : Itu mungkin hentakan. Yah, hentakan darinya tak cukup keras. Aku pun punya beribu alasan untuk menyanggah setiap kata yang dilontarkannya. Namun sedih tiba-tiba menghambur dalam dadaku. Tak terlalu jelas apa sebabnya. Sebuah kalimat dia lontarkan dengan mudah. MUngkin ini adalah muara dari semua sedih yang kucoba kupendam. Dia bertumpuk. Lalu ketika hari ini dia dipantik, maka keluarlah segalanya. Aku tak kuasa menahannya. Hah, siapa yang mau mempermalukan dirinya menangis. Asal kau tahu saja, Tidak Ada!
Aku : Air mata itu tak mampu lagi terbendung, berubah menjadi isakan. Dadaku sengungukan. Hah, malah aku ingin menghentikannya pada saat dimulai, seketika juga. Tapi semua tidak berbanding lurus. Tangisan itu meminta untuk dikeluarkan. Dia melonjak-lonjak dalam dada. Kutahan dengan tangan dia berubah jadi isakan. Lalu air itu tumpah dari mata, entah kapan akan reda. Aku sudah berusaha menetralkan keadaan.
Aku : Tapi sungguh semua di luar kontrolku. Ingatanku malah merekam perjuangan-perjuangan yang memacu air itu semakin deras mengalir.
Dia : Ok, Its fine aku menyerah.
Aku : Akh, pada akhirnya kau meleleh dengan air mataku. Em, bukan itu bukan senjata. Tenang. Jangan terlalu GR. Itu air mata yang mengakir bukan untuk meminta apa-apa padamu. Air mata itu menjelma ketika mulutku tidak bisa lagi berucap. Akh, kadang aku juga kesal dengan air mata itu, air mata membungkam mulutku.
Air mata: Apa salahku? Aku diciptakan untuk melengkapimu. Kau tahu aku diciptakan untuk menemanimu. Aku tak berharap apa-apa mesti kau kesal terhadapku. Kau diciptakan memang rapuh, dan aku diugaskan untuk mengawalmu. Lalu sungguh, aku tidak bersalah. Saat mulutmu terpenjara bungkam, maka aku akan menjelma dimatamu, mengeluarkan tetesan bening untuk mewakili kata darimu. Kau lupa, terkadang kata tak bisa terucap. Maka diriku yang bertugas menyampaikan segalanya.
AKu punya tugas ganda, aku bertugas untuk melegakan hatimu yang begitu rapuh. Jangan pernah berkecil hati dengan kerapuhan itu, karena denganku ia akan berubah menjadi pelindung yang sangat tegar. Ketika Allah melihat ku jatuh, maka keinginanmu terkabul. Pun jika kau tidak meminta bahkan kau menolak keberadaanku. Aku tetap akan datang saat kau butuhkan.
Aku menjelma, menyampaikan ketulusanmu, meyampaikan ketidak berdayaanmu, menyampaikan penolakammu, bahkan haru karena bahagiamu, menyampaikan setiap gejolak yang terjadi dihatimu. Lalu sungguh, jangan menggugatku.
Kalian para wanita akan kuat bersama denganku. Sesekal diriku mengunjungi para pria. Namun, tidak selalu. Diriku lebih senang bersamamu berada pada hati yang lembut, namun tegar seperti karang. Menatap segaanya dengan bijak, menyerahkan segalanya pada Allah. Maka Allah menganugrahkanku pada mu lebih lama.
Dia : Menangislah... Aku mengerti...
Komentar