Menjadi pengemban dakwah, tidak pernah terbayang sebelumnya. Tapi sebuah hidayah yang begitu besar dengan tanggung jawab yang tidak kalah pentingnya. Namun ini bukan soal mau dan tidak mau. Ini soal kewajiban. Tidak mudah, penuh tantangan. Tapi, para pengemban dakwah begitu bersemangat, tidak pernah mundur walau tidak pernah dibayar secara langsung, karena berdakwah memang bukan motivasi materi. Lalu apa yang membuat para pengemban dakwah tak henti berdakwah. Karena, bagi pengemban dakwah yang sebenarnya dakwah itu sebuah kebutuhan, dan sebuah kemuliaan.
Sebelum berbicara jauh tentang dakwah mari kita melihat pengertian dakwah yang saya copas dari website:
http://khilafahpublications.wordpress.com/2011/02/18/mengemban-dakwah-tugas-utama-negara/
Pengertian Dakwah
Dakwah berasal dari bahasa Arab, ad-da’wah yang artinya
adalah menyeru, mengajak, mengundang dan memanggil dengan arti
menyampaikan sesuatu kepada orang lain untuk mencapai tujuan tertentu.
Secara istilah, dakwah adalah suatu strategi penyampaian nilai-nilai
Islam kepada umat manusia demi mewujudkan tata kehidupan yang imani dan
realitas hidup yang islami (Kafie, Psikologi Dakwah, hlm. 29).
Ahmad Mahmud (1995: 23) mendefinisikan dakwah sebagai sebuah
aktivitas untuk membuat seseorang menjadi condong dan senang. Jadi,
berdakwah kepada Islam artinya berusaha membuat orang yang didakwahi
menjadi condong dan senang terhadap Islam.
Oleh karena itu, dakwah Islam tidak cukup hanya dengan perkataan
saja, namun harus meliputi apa saja yang dapat membuat seseorang
menjadi condong dan senang, yaitu perkataan dan sekaligus perbuatan.
Karena itu, dalam mengemban dakwah Islam itu harus dilakukan dengan
menggunakan dua bahasa sekaligus, yaitu bahasa perkataan (lisân al-maqâl) dan bahasa tindakan (lisân al-hâl). Allah SWT berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal salih dan berkata, “Sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (QS Fushshilat [41]: 33).
Artinya, ketika seseorang menyeru kepada Allah, yakni menyeru pada
syariah Allah, maka ia harus menjadi contoh atas apa yang ia serukan,
sehingga hal itu dapat memberi manfaat pada dirinya sendiri dan
sekaligus pada orang lain (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’an al-Azhîm,
VII/179). Apalagi dengan pemberian contoh ini akan memperjelas hakikat
ajaran atau konsep Islam yang ia serukan sehingga dengannya seseorang
menjadi condong dan senang (Mahmud, ad-Da’wah ilâ al-Islam, hlm. 23).
Mari kita coba mendefenisikan kalimat yang sudah saya beri tanda garis miring dan tebal. Saya suka kalimat itu, yah, berdakwah itu bukan memaksa, tapi berusaha menggambarkan islam dengan apa adanya sesuai dengan hukum syara, dan tentunya memberikan penggambaran yang indah tentang Islam (karena islam memang indah). Satu-satunya agama, yang bukan sekedar agama yang memberikan ketenangan nafsiah, tapi juga ideologi (baca pandangan hidup atau way of life) yang mengatur seluruh tingkah laku manusia agar dapat menjadi khalifah di muka bumi serta menjadikan hidup benar-benar rahmatan lil almin, jika penduduk bumi beriman dan bertaqwa mengikuti seluruh perintah Allah yang telah terang dan jelas terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunnah,
Kewajiban Mengemban Dakwah
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
Imam ath-Thabari menjelaskan ayat ini, “Hendaklah ada di antara kalian, wahai orang-orang Mukmin, segolongan umat yang menyeru manusia pada kebajikan, yakni kepada Islam dan syariah-syariahnya.” (Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, VII/90).
Allah SWT juga berfirman:
وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لأنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ
Al-Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberikan peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai al-Quran (kepadanya) (QS al-An’am [6]: 19).
Ayat ini menjelaskan bahwa siapa saja yang telah sampai kepadanya al-Quran, baik ia orang Arab, non-Arab maupun lainnya, berkewajiban untuk menyampaikannya kepada orang lain, dan kewajiban ini berlaku sampai Hari Kiamat (Al-Baghawi, Tafsîr al-Baghawi (Ma’âlim at-Tanzîl), III/133).
Rasulullah saw. bersabda:
نَضَّرَ اللهُ عَبْداً سَمِعَ مَقَالَتِي فَحَفِظَهَا وَوَعَاهَا وَأَدَاهَا، فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ غَيْرِ فَقِيْهٍ، وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ
Allah menyinari seorang hamba yang mendengar perkataanku, lalu ia menghapal, memahami dan menyampaikannya. Tidak sedikit orang yang menyampaikan fikih itu adalah orang yang tidak faqih; tidak sedikit pula orang menyampaikan fikih kepada orang yang lebih faqih darinya. (Asy-Syafi’i, Musnad asy-Syâfi’i, hlm. 413).
Semua nash ini menunjukkan bahwa mengemban dakwah Islam adalah wajib. Kewajiban mengemban dakwah Islam ini bersifat umum mencakup seluruh kaum Muslim dan termasuk juga Negara Islam (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 46).
Komentar