Langsung ke konten utama

Merasakan Sejuknya Rangkaian Sastra Aida Radar


(Resensi Kumpulan Cepen dan Puisi Wanita Iam dan Lelaki Cahaya)
Sebagai sobat Aida untuk ungkapan rasa bahagia dan selamat atas terbitnya buku ini... :)

“Dunia sastra itu kering kerontang” Begitulah pernyataan Benny Arnas dalam sebuah diskusi kepenulisan yang saya datangi. Yah, ada benarnya. Saat ini, posisi sebuah karya sastra ditengah-tengah kondisi masyarakat sebagai hiburan belaka, bahkan tak jarang dipandang sebelah mata. Maka setiap karya sastra yang terbit, rasanya bagai merasakan semilir angin  yang berhembus di tengah kondisi yang kering kerontang itu, apatah lagi jika karya sastra tersebut benar-benar mampu membawa sebuah pesan yang akan mengikat kita pada janji. Maka kumpulan cerpen dan puisi yang diabadikan Aida menjadi salah satu angin sejuk pada dunia kesusastraan yang kering kerontang.
Entah apa yang terjadi pada generasi saat ini, tradisi keilmuan yang digambarkan oleh para pendahulu berangsur pudar, hal ini sejalan dengan kemerosotan sastra. Tentu segalanya bukan sebuah kebetulan dan tentunya memiliki pertalian yang menghubungkan satu sama lain. Tradisi keilmuan dibangun dengan kebiasaan dan kebutuhan akan membaca, hasilnya akan terlihat dari karya-karya lahir dari perasaan, pengalaman dan pemikiran. Namun saat ini, khususnya di wilayah timur. Kebiasaan membaca masih begitu langka dimiliki oleh segelintir orang, terlebih menghasilkan karya berua tulisan. Hal tersebut masih langka, maka ketika ada karya yang terlahir maka kita patut berbahagia.
Begitu pula dengan kehadiran Kumpulan Cerpen dan Puisi Aida Radar yang terkumpul dalam judul besar Wanita Imam dan Lelaki Cahaya. Membaca rangkaian kata-kata Aida yang terjalin apik, seperti merasakan sejuknya hembusan angin sepoi-sepoi ditengah kondisi yang begitu panas. Dan, hal yang langsung hadir dalam benak saya ketika menikmati kalimat demi kalimat yang disuguhkan adalah “Sastra yang dihadirkan sungguh pas” tidak kurang dan tidak juga berlebihan alias lebay. Aida mampu menjalin kata dan memilih diksi yang pas sehingga pembaca betah membaca satu persatu cerpen yang dihadrikan.
Lalu untuk menganalisis lebih jauh, saya kemudian mencoba memahami gaya bercerita penulis dengan menjajaki unsur-unsur intrinsik yang dapat saya temukan dengan jelas. Dengan harapan dapat menemukan ciri khas bercerita dari seorang Aida selain penggunaan sastra yang pas tersebut. Sudut pandang ke-Akuan mendominasi dalam karya ini, terutama pemilihan kata aku. Mungkin penulis lebih nyaman dengan gaya itu, tapi di cerpen Lelaki Kantuk di Ruang Redaksi, mengambil sudut pandang yang berbeda, orang ketiga. Cerpen selanjutnya kembali menggunakan gaya “Akuan” namun di cerpen Bocah-bocah Jalangkote penulis kembali menggunakan kata saya, walau masih ke Akuan, penulis dalam cerpen ini mengganti kata aku yang biasanya menjadi saya.
 Saya juga menjajaki alur, karakter, setting. Penulis piawai menggunakan bebagai berbagai alur, karakter dan setting berbeda. Saya rasa begitulah seorang penulis seharusnya harus mampu menulis berbagai macam karakter, alur dan setting yang berbeda. Namun, sayang sekali saya berlum berhasil mememukan pertalian yang menunjukkan ciri khas kepenulisan Aida. Tapi, hal itu masih wajar mengingat ini adalah buku pribadi pertama Aida Radar, saya yakin suatu hari Aida akan mampu membuat tulisan yang mampu membuat pembacanya mengenali tulisan itu, pun tanpa nama penulis dicantumkan. Sejalan dengan kekonsistenan penulis dan semakin banyak karya yang dihasilkan.
Hal yang menarik yang bisa ditemukan adalah kekayaan tema dari cerpen-cerpennya. Aida radar mampu menghadirkan sosok Engku badar sebagai panutan yang sangat jarang ditemukan sekarang ini. Simak saja potongan prosanya “Guru adalah pekerjan yang dimuliakan Allah SWT setelah nabi dan Rasul-Nya.” Kalimat yang begitu sederhana namun penuh akan makna. Kalimat itu pun diulang selama tiga-kali. Sepertinya penulis tahu betul, jika kalimat yang berulang-ulang akan meninggalkan kesan yang lebih dalam. saya juga suka pesan dalam Wanita Imam, dan juga kemurahan hati tokoh dalam cerpen Bocah-bocah Jalangkote. Semua membawa pesan yang patut direnungi. Hal itu membuktikan bahwa karya sastra bukan hanya hiburan semata, tapi tempat untuk mengikat pesan dan membingkai realitas kehidupan dan dokumen sejarah.
Mengenai puisi-puisi didalamnya, walaupun tidak sepenuhnya mengerti, tentu saja ada makna yang tercipta di antara rangkaian kata. Saya bisa merasai maksud indah yang terselip, walaupun seadanya. Kesalahan ketik juga tidak bisa dihindari, namun masih dalam koridor wajar, namun semoga kedepannya tidak ada lagi kesalahan, mungkin salah satunya karena pada halaman sampul tidak ditemukan editor di sana. Oia, hal yang saya sukai pada cerpennya adalah efek wow pada ending, Aida mampu menutupnya dengan tidak flat.   
Terakhir, saya ingin bilang kumpulan walaupun kumpulan cerpen dan puisi ini diterbitkan oleh penerbit baru, tidak lantas seperti sastra instan yang terburu-buru diterbitkan tanpa memikirkan kualitas dan bertaburan kesalaan di sana sini. Karya sastra ini layak menjadi koleksi bacaan kita. Untuk penulis ditunggu karya selanjutnya, dan untuk pembaca, selamat membaca. 
Oleh
Andi Asrawaty
Seorang yang mencoba konsisten menulis dan juga Sobat Aida
Makassar, 23.38 25 Juni 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari Palayanan Kesehatan Makassar, Menebar Inspirasi dan Manfaat Bersama Astra

Bagi kami sekeluarga berobat ke dokter dan dirawat inap di rumah sakit adalah pilihan terakhir. Ibu saya pernah mengalami trauma pasca kematian adik saya. Usianya baru tiga bulan saat itu, Amal, nama almarhum demam   tinggi dan sangat rewel, situasi   yang tidak biasa karena biasanya Almarhum adalah bayi yang tidak rewel. Saat itu, Ibu akhirnya memutuskan untuk membawa adik saya ke rumah sakit, setelah dirawat inap tiga hari. Amal meninggal. Saya lupa apa penyebab kematiannya, usia saya saat itu masih tiga tahun, tapi konon saat itu adik saya mengalami mal praktek. Selepas kejadian tersebut, Ibu akhirnya sangat trauma. Bahkan saat saya sakit tipes, hampir satu bulan lamanya saya bedrest di rumah, ibu tidak ingin saya dirawat di rumah sakit.  Mungkin kasus tentang adik saya tersebut hanya satu di antara ratusan kasus yang terjadi, sebagian diketahui oleh publik sebagian lagi hanya menjadi cerita yang tidak tersampaikan. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu fa...

Alasanku Meninggalkanmu Saat Itu...

Dulu pas awal2 nikah, sy juga suka nonton GGS  (Ganteng-ganteng Serigala) 😁, sekitaran tahun 2015, suka nonton sama suami... N ngefans sama si Prilly ini, di situ actingnya lebay, tapi suka sekali... Ternyata memang krn dia sekeren ini, dengan berbagai prestasinya... Di full podcastnya Domani Siblings juga akhirnya tau kenapa dia sesakit itu sama si lawan mainnya waktu. Oia ini link full podcastnya Domani yang ngewawancara Prilly sampai akhirnya Prilly buka-bukaan: https://youtu.be/bj4WVd2I_vM?si=qrmvB3l_7I-kcSUh Dan sempat heran aja, kenapa dia segitu ngak maunya disangkut pautkan dengan si lawan mainnya. Dan sangat ingin membuktikan bahwa dia juga bisa acting dan jadi terkenal karena bakatnya sendiri, atas kerja keras berdiri di atas kaki sendiri, tentunya dengan doa dan dukungan orang-orang terdekatnya... Ternyata oh ternyata, bukan aja tak dianggap tapi sempat di block kariernya... Sedih banget ngak sih... Yah.. Hal yang paling menyakitkan bagi perempuan adalah tidak diangg...

Aku yang Tersesat Di Bawah Ribuan Bintang

Aku tak lagi sama Bumi berputar dengan cepat Bocah-bocah yang dulu berlarian saat dikampung Sekarang sudah menjelma menjadi Ibu dan Bapak Aku tak lagi padai menyulam kata Kata-kata indah dari sanubariku tetiba ludes Oleh dinamika kehidupan  Aku berada di bawah puisi bintang-bintang Namun, Tak tahu lagi kubaca puisi dari rasi bintang tidak kulihat lagi jalan pulang Dulu, aku dapat mendengar suara angin Berbuai, bahkan berkirim dan menitipkan pesan padanya Kini, angin hanya menghembuskan hawa panas yang ketus Aku masih di bawah bintang-bintang Berharap menemukan bintang jatuh Untuk mengabulkan permintaanku Aku ingin kembali ke masa dimana  Aku dapat membaca Kemana arah bintang yang membawaku pulang