Langsung ke konten utama

Berdamai dengan Hati



Beberapa minggu yang lalu, saya memberanikan diri untuk membawa motor sendiri dari Bone kota, menuju ke desa Sumaling, kecamatan Mare, silaturahmi pasca lebaran kemarin, ke rumah tante sekaligus siarah ke makan kakek dan nenek. Ummi tak mau dibonceng olehku, masih takut, jadinya aq membonceng fila. Ummi dibonceng kak Darwis, sepupuku.

Jarak kota Bone dan Sumaling kira-kira 40 km, dengan medan jalan yang tidak terlalu sulit. Tapi tetap sj sebenarnya berbahaya, apalagi untukku yang belum terlalu lincah naik motor. Di tambah sekitar 5 km jalan yang rusak, berbatu dan becek selepas hujan.

Tapi, aku bukan orang penakut, selain itu kan ada kak Darwis dan Ummi, Allah juga selalu melindungi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kami PP, pergi pagi pulang sore. Abis dari Sumaling, kami ke Mare melewati sungai di Sabballoang, dan wuish... Jalannya naudzubillah, berlumpur, kami terjebak, sudah terlalu jauh untuk pulang, sudah menyebrang sungai pula naik perahu, di tambah kak darwis yang jatuh tercebur bersama motornya karena papan yang menghubungkan ke perahu goyang, atau entah kalo kak darwisnya yang lagi menghayal. Setelahnya motor kak Darwis mogok, sempurnalah. Kami masih mencoba menikmati semuanya, perjalannannya menjadi berwarna.

Setelah sampai di rumah lengan kiri saya terasa sakit, seperti rasa pegal. Saya jadi penasaran penyebabnya, karena beberapa kali pula tangan saya terasa keram jika naik motor jauh, atau sedang membonceng seseorang.

Bertanyalah saya pada seseorang, katanya teralu banyak pikiran. Hm, entah ap hubungannya naik motor dan pikiran, lagian sy merasa tidak pernah memikirkan masalah saat naik motor, saya fokus. Okelah, semua berhubungan dengan pikiran, but why??? Tapi sudahlah, saat itu saya malas bertanya, apa lagi berdebat. Anggaplah orang yang saya sms sedang sibuk, tidak mau repot-repot menjelaskan, karena pertanyaan saya yang bersambung hanya dibalas dengan menyuruh saya istirahat.

Karena tidak puas, saya mengsms kemanakan saya, dia pencinta motor. Konsultasilah saya dengan dia. Kesimpulannya, keram pada tangan disebabkan jam terbang saya membawa motor masih minim, di tambah motor yang saya bawa cukup besar untuk ukuran saya yang mini. Katanya juga, saya masih ragu dan takut, jadinya tangan saya tidak rileks, akhirnya tangan saya yang memegang gas sering kali keram. Untuk pegal-pegal di tangan kiri, katanya karena saya terlalu sering nge-rem juga posisi badan saya yang kurang bagus.

Dan semua masuk akal, saya akhirnya sadar, kalau saya memang sering kali merasa takut jika membonceng. Takut jatuh, beban saya jika sendiri akan lebih ringan, kalau berdua jika jatuh saya akan mencelakakan orang. Jadinya saya terbebani, tangan kanan yang memegang gas sering keram.

Saya juga masih sering ragu mengambil keputusan saat naik motor. Apa harus berhenti, menyelip, melaju, saya lebih banyak mengerem. Suatu hari, saya hampir terjatuh. Saat itu saya hendak berbelok, dari belakang ada mobil, lalu kami berpapasan motor saya berjarak hanya beberapa senti dari motor, saya begitu ragu, harus berhenti atau tetap melaju, sedang di samping kiri saya ada motor lain yang jaraknya juga sangat dekat, saya kaget dan tetap memutuskan tetap maju, dan wow motor saya oleng, nyari jatuh menimpa mobil. Untunglah saya masih bisa menguasai, Allah masih menolong saya.

Yah, bukan saja pada saat naik motor, dalam kehidupan sesungguhnya ketakutan, kegamangan dan keraguan sering kali menghampiri hidup kita saat telah berani mengambil sebuah keputusan. Ketakutan-ketakutan itu datang menghantui, akhirnya menjelma menjadi keraguan dan kegamangan dalam mengambil keputusan selanjutnya. Benar kata Paulo Coelho, melepaskan dan menunggu adalah dua hal yang menyakitkan, tapi yang lebih menyakitkan adalah keragu-raguan harus memutuskan untuk menunggu atau melepaskan. Kita bisa jatuh kapan saja, seperti saat mengendarai motor, keragu-raguan menimbulkan ketidakseimbangan, membuat potensi untuk terjatuh. Sangat berbahaya, oleh karenanya keyakinan sangat dibutuhkan, kepercayaan dari orang yang ikut dengan kita sangat penting, ketika orang yang membersamai kita merasa ragu dan takut, sang pengendara akan merasakan ketakutan itu, hal itu akan menular dan berbahaya. Begitupun sebaliknya. Jika sang pengendara yang takut, hal ini akan dirasakan oleh yang dibonceng juga akan merasa takut. Kita perlu saling mengalirkan keyakinan, saat menangkap ketidakyakinan salah satu harus menguatkan. Bukan mendiamkan, kita harus berusaha meyakinkan. Kita begitu egois, jika hanya bicara pada hati masing-masing. Akhirnya, kehilangan nyali, untuk berbicara dari hati ke hati.

Pada akhirnya saya memutuskan berdamai dengan diri, mencoba melepaskan ketakutan-ketakutan yang sebenarnya belum tentu terjadi, karena hanya akan membuat kegamangan, yang menghilangkan teori-teori yang pernah kita baca dan lafalkan bahkan di luar kepala. Maka baiknya kita memilih diam, jeda sejenak, berkontemplasi hingga kita dapat mengingat teori-teori tersebut lalu mempraktikkannya, memecahkan masalah kita.. sembari meminta pada-Nya untuk dikuatkan, memohon petunjuk, mencoba menerima apa yang belum bisa diubah, tapi tak menyerah untuk mengubah perlahan-lahan, seperti diriku yang masih harus berevolusi, menakhlukkan ketakutan-ketakutan yang akan terus berdatangan, karena ketakutan lebih menyeramkan dari masalah sesungguhnya yang akan terjadi.

Sesungguhnya tidak perlu ada keraguan dan ketakutan, ketika kt menyerahkan semua pada-Nya, ketika kita yakin Dia membersamai kt di setiap langkah. Bukankah selama ini Dia selalu ada, tak pernah sedikitpun meninggalkan kita? 

Walau terkadang kita masih gamang, karena fitrah sebagai manusia biasa. Kita harus mengambil langkah paling hati-hati, karena pilihan-pilihan dalam hidup akan sangat menentukan kedepannya....
Tapi bersyukurlah atas keyakinan itu...

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu (Muhammad) kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” [Al-Qur’an Surat 28 Al-Qashshah ayat 56]

Thanks buat Arya, keponakanku yang paling pehatian, buat analisis kerennya, sekarang tidak pernah lagi keram, sudah mulai rileks saat naik motor, setelah melepaskan keraguan-keraguan, juga buat AR Hamid Malewa, yang sudah mengingatkan teori yang sebenarnya sudah dihafal di luar kepala, teorinya telah saya praktekkan kembali "Berdamai dengan Hati.". Juga untuk yang sudah sabar dan berusaha meyakinkan saya, jangan menyerah dengan saya, kita sedang berusaha. Saya sudah berdamai, yang dalam istilahmu kau sebut memerdekakan hati bukan? Tapi ingatlah hanya pada-Nya tempat kita memohon dan meminta, tidak ada yang tidak mungkin. Inysa Allah.



Komentar

Anonim mengatakan…
hmm...klw dlm bahasaku, dlm keadaan seperti itu kita butuh memberi ruang untuk dri sndiri..

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari Palayanan Kesehatan Makassar, Menebar Inspirasi dan Manfaat Bersama Astra

Bagi kami sekeluarga berobat ke dokter dan dirawat inap di rumah sakit adalah pilihan terakhir. Ibu saya pernah mengalami trauma pasca kematian adik saya. Usianya baru tiga bulan saat itu, Amal, nama almarhum demam   tinggi dan sangat rewel, situasi   yang tidak biasa karena biasanya Almarhum adalah bayi yang tidak rewel. Saat itu, Ibu akhirnya memutuskan untuk membawa adik saya ke rumah sakit, setelah dirawat inap tiga hari. Amal meninggal. Saya lupa apa penyebab kematiannya, usia saya saat itu masih tiga tahun, tapi konon saat itu adik saya mengalami mal praktek. Selepas kejadian tersebut, Ibu akhirnya sangat trauma. Bahkan saat saya sakit tipes, hampir satu bulan lamanya saya bedrest di rumah, ibu tidak ingin saya dirawat di rumah sakit.  Mungkin kasus tentang adik saya tersebut hanya satu di antara ratusan kasus yang terjadi, sebagian diketahui oleh publik sebagian lagi hanya menjadi cerita yang tidak tersampaikan. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu fa...

Alasanku Meninggalkanmu Saat Itu...

Dulu pas awal2 nikah, sy juga suka nonton GGS  (Ganteng-ganteng Serigala) 😁, sekitaran tahun 2015, suka nonton sama suami... N ngefans sama si Prilly ini, di situ actingnya lebay, tapi suka sekali... Ternyata memang krn dia sekeren ini, dengan berbagai prestasinya... Di full podcastnya Domani Siblings juga akhirnya tau kenapa dia sesakit itu sama si lawan mainnya waktu. Oia ini link full podcastnya Domani yang ngewawancara Prilly sampai akhirnya Prilly buka-bukaan: https://youtu.be/bj4WVd2I_vM?si=qrmvB3l_7I-kcSUh Dan sempat heran aja, kenapa dia segitu ngak maunya disangkut pautkan dengan si lawan mainnya. Dan sangat ingin membuktikan bahwa dia juga bisa acting dan jadi terkenal karena bakatnya sendiri, atas kerja keras berdiri di atas kaki sendiri, tentunya dengan doa dan dukungan orang-orang terdekatnya... Ternyata oh ternyata, bukan aja tak dianggap tapi sempat di block kariernya... Sedih banget ngak sih... Yah.. Hal yang paling menyakitkan bagi perempuan adalah tidak diangg...

Aku yang Tersesat Di Bawah Ribuan Bintang

Aku tak lagi sama Bumi berputar dengan cepat Bocah-bocah yang dulu berlarian saat dikampung Sekarang sudah menjelma menjadi Ibu dan Bapak Aku tak lagi padai menyulam kata Kata-kata indah dari sanubariku tetiba ludes Oleh dinamika kehidupan  Aku berada di bawah puisi bintang-bintang Namun, Tak tahu lagi kubaca puisi dari rasi bintang tidak kulihat lagi jalan pulang Dulu, aku dapat mendengar suara angin Berbuai, bahkan berkirim dan menitipkan pesan padanya Kini, angin hanya menghembuskan hawa panas yang ketus Aku masih di bawah bintang-bintang Berharap menemukan bintang jatuh Untuk mengabulkan permintaanku Aku ingin kembali ke masa dimana  Aku dapat membaca Kemana arah bintang yang membawaku pulang