Langsung ke konten utama

Melihat dunia di Mata Inara

Di balik semua kata-kata bijak saya, jujur Pandemi ini hampir membuat saya menjadi tidak waras 😅
Saat sadar mulai mengandung, sekitar bulan Juli 2019 saya mulai membatasi aktifitas saya. Hampir tidak ke mana-mana. Namun, saya juga harus tetap bahagia, bagi orang ekstrovert seperti saya, bertemu dan bercerita dengan orang, menghirup udara di luar adalah sebuah kebahagiaan.

 Jadi, walaupun hamil dan membatasi aktivitas saya tetap keluyuran dan melakukan beberapa kegiatan yang saha yakin tidak akan membahayakan dan akan membuat saya bahagia.

Namun, setelah pandemi datang, saya nyaris tidak ke mana-mana. Tidak ingin mengambil resiko. Bayi Inara, bayi yang telah kami nanti 5 tahun lamanya, dengan semua drama. Saya harus bersabar. 

Apakah saya selalu sabar dan terus waras? Sebenarnya tidak juga. Perasaan mumet, bosan bahkan jengkel kadang datang menghantui. Namun, itu wajar. 

Saya mengatasinya dengan banyak-banyak bersyukur. Terlebih saat melihat Inara, menyaksikan semua tumbuh kembangnya. Menjadi full time mother adalah hal yang jauh lebih membahagiakan. Dan saya tidak ingin merusaknya dengan ketidakwarasan saya. 

Saya melakukan afirmasi pisitif, bersyukur. Bisa bertahan di masa pandemi tanpa kekurangan apapun.

Berbahagia karena bisa menjadi orang pertama yang Inara lihat saat Ia bangun tidur. Bisa menyambutnya dengan senyum dan doa bangun tidur. Memandikannya. Bermain bersamanya. Menyaksikan senyumnya pertama kali. Yah, setiap tumbuh kembangnya membuat saya bersorak riang.

Oia, saya memang menahan diri untuk tidak ke mana-mana. Namun, di mata Inara, Umma temukan cahaya yang membuat semuanya lebih berwarna. Cahaya yang bisa membuat Umma melihat dunia sebagai seorang Ibu. 
Sebuah dunia baru yang sangat Indah dan membuat Umma akan terus belajar. 


Ya Rab, terimakasih atas kehadiran Inara. 

Dariku, 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari Palayanan Kesehatan Makassar, Menebar Inspirasi dan Manfaat Bersama Astra

Bagi kami sekeluarga berobat ke dokter dan dirawat inap di rumah sakit adalah pilihan terakhir. Ibu saya pernah mengalami trauma pasca kematian adik saya. Usianya baru tiga bulan saat itu, Amal, nama almarhum demam   tinggi dan sangat rewel, situasi   yang tidak biasa karena biasanya Almarhum adalah bayi yang tidak rewel. Saat itu, Ibu akhirnya memutuskan untuk membawa adik saya ke rumah sakit, setelah dirawat inap tiga hari. Amal meninggal. Saya lupa apa penyebab kematiannya, usia saya saat itu masih tiga tahun, tapi konon saat itu adik saya mengalami mal praktek. Selepas kejadian tersebut, Ibu akhirnya sangat trauma. Bahkan saat saya sakit tipes, hampir satu bulan lamanya saya bedrest di rumah, ibu tidak ingin saya dirawat di rumah sakit.  Mungkin kasus tentang adik saya tersebut hanya satu di antara ratusan kasus yang terjadi, sebagian diketahui oleh publik sebagian lagi hanya menjadi cerita yang tidak tersampaikan. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu fa...

Alasanku Meninggalkanmu Saat Itu...

Dulu pas awal2 nikah, sy juga suka nonton GGS  (Ganteng-ganteng Serigala) 😁, sekitaran tahun 2015, suka nonton sama suami... N ngefans sama si Prilly ini, di situ actingnya lebay, tapi suka sekali... Ternyata memang krn dia sekeren ini, dengan berbagai prestasinya... Di full podcastnya Domani Siblings juga akhirnya tau kenapa dia sesakit itu sama si lawan mainnya waktu. Oia ini link full podcastnya Domani yang ngewawancara Prilly sampai akhirnya Prilly buka-bukaan: https://youtu.be/bj4WVd2I_vM?si=qrmvB3l_7I-kcSUh Dan sempat heran aja, kenapa dia segitu ngak maunya disangkut pautkan dengan si lawan mainnya. Dan sangat ingin membuktikan bahwa dia juga bisa acting dan jadi terkenal karena bakatnya sendiri, atas kerja keras berdiri di atas kaki sendiri, tentunya dengan doa dan dukungan orang-orang terdekatnya... Ternyata oh ternyata, bukan aja tak dianggap tapi sempat di block kariernya... Sedih banget ngak sih... Yah.. Hal yang paling menyakitkan bagi perempuan adalah tidak diangg...

Aku yang Tersesat Di Bawah Ribuan Bintang

Aku tak lagi sama Bumi berputar dengan cepat Bocah-bocah yang dulu berlarian saat dikampung Sekarang sudah menjelma menjadi Ibu dan Bapak Aku tak lagi padai menyulam kata Kata-kata indah dari sanubariku tetiba ludes Oleh dinamika kehidupan  Aku berada di bawah puisi bintang-bintang Namun, Tak tahu lagi kubaca puisi dari rasi bintang tidak kulihat lagi jalan pulang Dulu, aku dapat mendengar suara angin Berbuai, bahkan berkirim dan menitipkan pesan padanya Kini, angin hanya menghembuskan hawa panas yang ketus Aku masih di bawah bintang-bintang Berharap menemukan bintang jatuh Untuk mengabulkan permintaanku Aku ingin kembali ke masa dimana  Aku dapat membaca Kemana arah bintang yang membawaku pulang