Langsung ke konten utama

kisah sepotong hati

Malam ini aku bertemu sepotong hati. Awalnya hati itu hanya tersenyum manis, hati itu lalu menyapaku. Tapi aku hanya diam, mengacuhkannya tapi juga tak urung mengusirnya. Aku ke kampus dia mengikutiku, aku pulang ke ke rumah dia ternyata ikut, ternyata dia selalu bersembunyi di balik ransel yang aku bawa. Mulanya, aku memang merasa heran mengapa ransel yang kubawa bertambah berat, ternyata hati seberat 0, 64 kg itu menyusup tanpa aku ketahui. Ahk,,, aku masih diam, dia juga tak urung bicara, sungkan mungkin. Lalu aku mencoba tidur, ternyata dia masih bersembunyi di balik selimutku. Aku pura-pura tak menyadarinya. Namun, saat aku terbangun aku tak menjumpainya lagi. Hati itu tidak berada di sini lagi. Aku mencarinya di ransel tapi dia tidak ada, aku lalu mencarinya di dapur, mungkin dia lapar! Pikirku, tapi, ternyata tidak ada juga. Di mana yah perginya hati itu? Aku tidak ambil pusing, mungkin hati itu telah bosan terhadapku.
Akirnya, hari demi hari berlalu tanpa sang hati, tapi aku tidak rindu, sepertinya…
uh. Sampai aku melihatnya di sebuah tempat, dia berlari kearahku, terus mengekor. Akhirnya aku berhenti, dia menatapku lekat-lekat, tapi aku masih pura-pura tidak tahu. Hei, sapanya dengan ringan, seakan tidak ada apa-apa, aku masih tidak menanggapinya. Aku hanya berlalu, tapi ia masih mengikutiku.
Aku tahu kau pasti mencariku, ia kan, kata hati itu dengan bangga…
Aku tak punya waktu untuk meladeninya. Dia terus saja berbicara…
“Maaf tiba-tiba aku pergi.”
Aku masih mengacuhkannya, bahkan kali ini lebih parah aku berpura-pura tidak melihat dan mendengarnya aku seakan-akan tidak menyadari keberadaannya. Tapi dia tetap saja bercerita.
“Kau tahu aku dari mana?”
Aku lalu membelakanginya. Tapi ia lalu berpindah ke hadapanku
”Aku tahu kau mencariku? Maaf, aku akan bercerita padamu, meneritakan semuanya. Maaf aku meninggalkanmu ,Aku pergi menusuri sebuah tempat. Sebuah tempat yang sangat indah. Aku mencoba memasuki bilik demi bilik tempat itu. Hah, semua sangat indah. Namun sayang tempat itu tak berpenghuni, sepi… Aku hanya menemukan seorang wanita tua disana, Di wanita itu tinggal dengan damai. Di sana ada sebuah ruangan yang begitu besar, ternyata pintu itu terbuka untukku, aku lalu masuk, em, aku menikmati tempat itu, sebuah tempat yang paling istimewa. Aku sempat berfikir tidak akan pergi meninggalkan tempat itu, tapi sebuah peristiwa mengingatkanku padamu. Kau tahu, tempat itu aneh, lambat laun kenyamananku terusik oleh cuaca dingin, sangat dingin, sampai akhirnya aku hampir mati dalam kebekuan, aku telah mencintai tempat itu, namun dia memaksaku keluar. Entah kenapa? Tapi aku harus pergi agar dapat hidup.”
Aku mendengar semuanya, tapi aku tidak peduli entah hati itu dari mana tapi aku tidak ingin tahu. Aku tidak peduli. Yah aku tidak peduli.
Tapi dia masih terus bicara
“Hei, kau masih sama seperti saat ku tiggalkan, masih penuh kepura-puraan ah, Kau tahu di mana tempat itu?”
Tempat itu tepat berada di dasar hatimu.
Aku terperanjak. Namun ia pergi berlalu,,,
Aku masih diam saja, membiarkannya pergi
Tapi kali ini aku menatapnya lekat-lekat menatap punggung tubuhya yang tidak akan pernah berbalik, melihat setiap langkahnya yang tidak akan pernah akan kembali…
Tanpa terasa sejumput air mata membasahi pipiku
Maaf sayang aku takut jatuh cinta,,, ini kata pertama dan terakhir yang pernah kuucapkan untuknya.
Yah rasa cinta ini membuatku takut, aku memilih bisu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya