Langsung ke konten utama

Mengalah Untuk Menang


Bismillah....

Ah... Akhirnya perbincangan yang berlangsung sudah sangat lama itu terbang, menembus bumi. Dan yah akh, akhirnya fakta, analisa dan solusi itu tidak hanya berkutat antara kau dan aku, mereka dan kita, kita dan mereka. Akhirnya opini-opini itu terbang, tidak hanya merambat lewat cetakan-cetakan kertas yang selama ini menjadi penyambung lidah. Kini, ia terbang mengetuk pintu demi-pintu pemikiran. 

Yah, sudah terlalu lama kawan, solusi-solusi serta pemikiran ini terkurung dalam ruangan empat kali empat. Sudah lama dia terbentur oleh tembok-tembok segan, rasa tidak enak, dan terkadang terlalu berkompromi, takut ter-judge dan berbagai permasalah lain sehingga semua terbatas hanya di antara kita, dan sesekali berteriak lewat tinta. Kini, kita telah merambatkannya melalui suara. Sebuah solusi yang begitu asing, sebuah opini yang tidak biasa, sebuah fakta yang menembus pemikiran-pemikiran yang selalu sama. 

Kita akhirnya maju. Mencoba mengungkapkan fakta,menguraikan benang kusut.

Diskusi itu bermula. Yah, itulah islam kawan, terutama Islam yang berada dalam konsep pemikiran kita begitu asing.Sangat asing. Bahkan orang Islam pun sendiri juga mempertanyakannya, menertawakannya. Tapi, bukankah kita harus mengerti bahwa apa yang kita kaji berbeda dengan apa yang mereka kaji. Saya merasa bahwa kehadiran membuat diskusi ini menjadi hidup atau mungkin bisa dibilang panas. Pisau bedah yang dipakai untuk memahami sebuah masalah sungguh berbeda. Maka kita harus siap ketika diskusi tidak akan pernah menemui titik temu.

Kita harus mencoba mengerti. Bahwa opini yang kita bawa bukan untuk menyanggah demi mengharap sebuah kemenagan, mencari nama, ingin dianggap intelek, atau apalah. Bukan, sebuah niat yang kita bawa adalah sebuah niat menyampaikan sebuah kebenaran, walaupun jujur sebagai manusia biasa yang memiliki garizatun nau, naluri mempertahankan diri, niat-niat melenceng itu terkadang datang. Namun, sebagai pengemban dakwah kita harus selalu mempebarui niat, meluruskannya, agar jangan sampai niat yang melenceng akan menjadi kendaraan sayitan yang akan menjadi bomerang untuk   menghancurkan diri kita sendiri.

Opini ini akan menemui sebuah benturan yang hebat. Yah kita harus mengerti. Itu adalah sebuah sunnatulllah, bukankah Rasulullah telah bersabda “Islam datang dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana kedatangannya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing itu.” (HR. Muslim [145] dalam Kitab al-Iman.Syarh Muslim, 1/234).

Kawan, semoga kita adalah orang-orang yang selalu berkaca, bejar, serta mengambil hikmah atas segala sesuatu yang terjadi. Sebenarnya kita bisa melawan, menyanggah, kita memiliki semua jawabannya. Namun, mungkin saja Allah tengah menguji kita, mencoba membawa kita dalam sebuah kondisi yang pernah Rasulullah alami, bagaimana penderitaan beliau, sungguh begitu hebat,bayangkan bagaimana beliau dicaci, dihina, dilempari kotoran, bahkan diusir oleh kaumnya sendiri. Bukankah kisah Rasulullah saat berdakwah kepada penduduk Tha'if memberikan gambaran yang jelas begitu beratnya tantangan dakwah beliau,

Saat itu tahun kesepuluh masa kenabian Rasulullah. Seperti biasa, beliau menjalani tugas sebagai Utusan Allah, berdakwah di tengah-tengah ummat. Saat itu tujuan Rasulullah ialah berdakwah di Tha'if. Di sana terdapat Bani Tsaqif, suatu kabilah yang cukup kuat dan besar jumlah penduduknya. Rasulullah saw. pun berangkat ke Tha'if dengan harapan dapat memujuk Bani Tsaqif. Rasulullah membayangkan akan mendapat perlakuan yang sopan diiringi tutur kata yang lemah lembut., dengan demikian beliau akan mendapatkan tempat berlindung bagi pemeluk-pemeluk Islam dari gangguan kafir Quraisy. Beliau pun berharap dapat menjadikan Tha'if sebagai pusat kegiatan dakwah. Setibanya di sana, Rasulullah saw. mengunjungi tiga tokoh Bani Tsaqif secara terpisah untuk menyampaikan risalah Islam.

Namun,sungguh menyedihkan Rasul kita yang begitu lembut namun tegas diperlakukan secara kasar dan biadab.  Beliau diejek dengan kata-kata kasar untuk menerima Islam. Sikap kasar mereka itu sungguh bertentangan dengan kebiasaan bangsa Arab yang selalu menghormati tamunya. Dengan terus terang mereka mengatakan bahwa mereka tidak senang kepada Rasulullah saw. dan pengikutnya tinggal di kota mereka..

Salah seorang di antara mereka berkata sambil mengejek,

"Benarkah Allah telah mengangkatmu menjadi pesuruh-Nya?”

Yang lain berkata sambil tertawa,

'Tidak dapatkah Allah memilih manusia selain kamu untuk menjadi pesuruh-Nya?"

Ada juga yang berkata,

"Jika engkau benar-benar seorang Nabi, aku tidak ingin berbicara denganmu, karena perbuatan demikian itu akan mendatangkan bencana bagiku. Sebaliknya, jika kamu seorang pendusta, tidak ada gunanya aku berbicara denganmu."

Menghadapi perlakuan ketiga tokoh Bani Tsaqif yang demikian kasar itu, Rasulullah saw. yang memiliki sifat bersungguh-sungguh dan teguh pendirian, tidak menyebabkannya mudah putus asa dan kecewa.

Setelah meninggalkan tokoh-tokoh Bani Tsaqif yang tidak dapat diharapkan itu, Rasulullah mencoba mendatangi rakyat biasa, kali ini pun beliau mengalami kegagalan.

Bahkan Rasulullullah mereka usir dengan berkata,

"Keluar-lah kamu dari kampung ini! Dan pergilah ke mana saja kamu suka!"

Ketika Rasulullah menyadari bahwa usahanya tidak berhasil, beliau memutuskan untuk meninggalkan Tha'if.

Tetapi penduduk Tha'if tidak membiarkan beliau keluar dengan aman, mereka terus mengganggunya dengan melempari batu dan kata-kata penuh ejekan.

Lemparan batu yang mengenai Nabi saw. demikian hebat, sehingga tubuh beliau berlumuran darah.

Dalam perjalanan pulang, Rasulullah saw. menjumpai suatu tempat yang dirasa aman dari gangguan orang-orang jahat tersebut, kemudian beliau berdoa:

'Wahai Tuhanku, kepada Engkaulah aku adukan kelemahan tenagaku dan kekurangan daya upayaku pada pandangan manusia.

Wahai Tuhan Yang Maha Rahim, Engkaulah Tuhannya orang-orang yang lemah dan Engkaulah tuhanku.

Kepada siapa Engkau menyerahkan diriku? Kepada musuh yang akan menerkam aku atau kepada keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusanku, tidak ada keberatan bagiku asalkan Engkau tidak marah kepadaku.

Sedangkan afiat-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya muka-Mu yang mulia yang menyinari langit dan menerangi segala yang gelap dan atas-Nyalah teratur segala urusan dunia dan akhirat.

Dari Engkau menimpakan atas diriku kemarahan-Mu atau dari Engkau turun atasku azab-Mu. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan Engkau."

Demikian sedihnya doa yang dipanjatkan kepada Allah oleh Nabi saw. sehingga Allah mengutus malaikat Jibril a.s. untuk menemuinya. Setibanya di hadapan Nabi, Jibril a.s. memberi salam seraya berkata,

"Allah mengetahui apa yang telah terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu."

Sambil berkata demikian Jibril memperlihatkan para malaikat itu kepada Rasulullah saw...

Kata malaikat itu,

"Wahai Rasulullah, kami siap untuk menjalankan perintah tuan. Jika engkau mau, kami sanggup menjadikan gunung di sekitar kota itu berbenturan, sehingga penduduk yang ada di kedua belah gunung ini akan mati tertindih. Atau apa saja hukuman yang engkau inginkan, kami siap melaksanakannya."

Mendengar tawaran malaikat itu, Rasulullah saw. dengan sifat kasih sayangnya berkata,

"Walaupun mereka menolak ajaran Islam, saya berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya." 

Demikianlah kisah tantangan dakwah Rasulullah yang begitu hebat. Lalu bagaimana segelintir perjuangan dakwah kita? Sungguh jauh berbeda, tantangan dakwah yang kita alami sungguh sangat jauh berbeda dan hanya merupakan batu kerikil perjuangan yang Insya Allah akan membuahkan hasil.

Islam tidak pernah meragukan teknologi dan kemajuan barat. Namun sayang kemajuan tersebut diiringi oleh kerusakan yang begitu nyata, dan ummat muslimlah yang menjadi korban. Maka, peradaban Islam datang untuk menyelamatkan dan membawa aturan yang akan mensejahtrakan ummat. Perkembangan teknologi dan pengetahuan adalah sebuah keniscayaan. Keterpurukan ummat Islam karena meninggalkan hukum-hukum Allah begitu nyata. Maka mari kita berjuang dengan optimis mengembalikan kejayaan Islam sehingga Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin  tidak hanya berada dalam tataran konsep. Maka jalan yang harus dilakukan adalah bersungguh-sungguh meningkatkan kualitas diri,meyakini dan menyadari bahwa Islam bukan hanya sekedar agama tapi juga sebagai way of live. Membawa hukum-hukum Allah bukan hanya ke dalam ranah individu, tapi juga peradaban. sebuah visi visioner, merebut janji Allah dan membuktikan bisyarah Rasulullah SAW.

"Masa kenabian akan terjadi (dalam waktu) yang Allah kehendaki, kemudian Allah akan mengangkatnya, bila ia telah berkehendak untuk mengangkatnya. Lalu datanglah masa khilafah (yang berdiri) di atas manhaj Nabi dan akan terjadi (dalam waktu) yang Allah kehendaki, kemudian Allah akan mengangkatnya, bila ia telah berkehendak untuk mengangkatnya. Setelah itu datanglah masa raja yang menggigit (di dalamnya terjadi kezaliman) dan akan berlangsung (dalam waktu) yang Allah kehendaki, Allah akan mengangkatnya bila ia telah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian setelah itu datanglah masa raja yang memaksa dan terjadi (dalam waktu) yang Allah kehendaki, kemudian Allah akan mengangkatnya bila ia telah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan datanglah setelah itu khilafah atas manhaj nabi, kemudian nabi diam." (HR Ahmad, Al-Haitsami, Tabrani dengan sanad sahih).

Tenanglah kawan, suatu yang pasti bahwa janji Allah akan terbukti. Maka kalah itu kata yang biasa, biarlah kita kalah sementara untukmeraih kemenangan yang sesungguhnya. Wallahu A'lam Bishowab.
“Bersyukurlah karena resah itu masih bersemayam di dada. Karena ketika resah itu tak ada. Mungkin saja hatimu telah mati!” (Andi Asrawaty).

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya