Langsung ke konten utama

Tahun ke Empat

Ini sudah tahun ke empat. Tahun terakhir menjejaki kampus dengan segala hiruk pikuknya. Tentang mahasiswa-mahasiswa yang begitu polos membawa sebongkah harapan. Meninggalkan kampung halaman dengan semangat yang meluap-luap. Lalu ia akan dihadapkan dengan sejuta pilihan. Unhas, aku rasa ini replika kecil sebuah dunia, semua jenis manusia dapat ditemukan di sini. Kau bisa menemukan mahasiswa dengan idealisme menancap kuat di hati dan pikiran, di sisi lain kau bisa menjumpai manusia-manusia pragmatis yang hanya berpikir tentang dirinya. Bisa kau jumpai orang-orang yang begitu cerdas yang ketika ia berbicara, kau akan terbius dengan kematangan ilmunya dan kebijaksanaan sifatnya atau sekelompok orang-orang yang hanya menjual kata, tong kosong nyaring bunyinya. Kau bisa menjumpai orang-orang alim dengan semua atribut keagamaannya atau bahkan orang yang dengan nyata-nyata menghianati tuhan. Kau bisa menemukan wanita anggun yang membalut seluruh tubuhnya dengan kain panjang, namun auranya akan tetap terpancar hingga kau dapati pula wanita-wanita yang berlomba memperliahtkan keindahan perhiasannya. 

Ini tentang mahasiswa yang melakukan aksi dengan mengibarkan bendera mereka masing-masing. Manusia memiliki jalannya masing-masing, pun mahasiswa. Mereka harus memilih bergabung dengan kelompok mana, bersahabat dengan siapa. Memilih bendera yang mana. Ikut aksi apa. Membaca buku apa. Membicarakan apa atau melakukan apa. Pada saatnya semua jatuh pada sebuah pilihan. Aku tahu ini sulit  bagimu tapi akhirnya kau harus memilih.

Kini kau telah menjejaki tahun ke dua, dua tahun dibawahku. Oh, bukan begitu maksudku. Aku lebih dahulu merasai kampus dibandingkan dirimu. Bukankah begitu lebih bagus kedengarannya. Ini hanya masalah waktu. Tapi rentan setahun saja merupakan sebuah jalur waktu yang akan memisahkanmu sangat dengan yang lain. Kau tahu kenapa seorang senior terlihat jauh memiliki wibawa dan kedewasaan darimu, padahal mungkin kau jauh lebih cerdas. Yah, sudah kubilang, ini mengenai waktu. Entah kau telah tertinggal berapa bacaan, pembacaan buku dan pembacaan kehidupan. Maka siapa pun harus mendengarkan orang-orang yang telah lebih dahulu di sini.

Ah, sungguh kau belum terlambat untuk mengubah pilihan hidupmu, kau masih di tahun ke dua bukan. Sekarang berdirilah di depan cermin. Pandangilah dirimu. Sudah kubilang, jauh sebelum hari pertama perkuliahan dimulai. Siapa sahabatmu dan apa lingkunganmu akan sangat memengaruhi dirimu. Sekarang cara berpakaianmu sama dengan cara berpakaian temanmu bukan? Kalimat-kalimat yang kau ucapkan adalah gaya bahasa yang sering kau gunakan dengan teman-temanmu. Positif atau negatif aku rasa hanya kau yang bisa menentukan. Yah, sekali lagi kau perlu menguatkan langkah untuk berubah.

Ah, ini tahun ke empatku di kampus. Bisa jadi ini adalah tahun terakhirku. Tadi sore saat mengurus KRS, aku dan sahabatku berpapasan dengan dosen, dia cukup tahu langkah-langkah kecil kami di kampus. Sebuah pertanyaan yang istimewa menurutku, "Bagaimana perjuangan?" Aku berhenti sebentar, sembari mengatakan. Alhamdulillah, perjuangan masih berlanjut" Kututup dengan sebuah senyum kemantapan. Tapi tidak di hati. Lagi-lagi pertentangan rasa memeluknya dari segala arah. Perjuangan, apakah itu sebuah pujian, atau sebuah ejekan, sampai di mana perjuangan ini, telahkah sepenuh hati?   


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya