Langsung ke konten utama

Bahasa Universal itu Tetap Bernama Cinta




 Entah berapa lama kita tidak menghabiskan malam bersama? Biar aku hitung, hari itu hari ulang tahunku, dua tahun yang lalu, benarkan? Yah anggap saja setelah itu kita tidak pernah berbicara lama-lama. Tidak ada lagi curhatan, tidak ada lagi bercandaan, tidak ada lagi. Kau atau pun aku tidak merasa kehilangan satu sama lain, kita memang tidak terlalu dekat. Mungkin, di antara persamaan, kita memiliki lebih banyak perbedaan. Tapi tetap saja kita memiliki kenangan, pernah pergi bersama, jalan bersama, saat kepolosan khas ala Mahasiswa baru. Tapi, sesuatu hal membuatku harus menjauh dari kalian. Sebuah peristiwa yang membuatku merasa sebuah pisau menembus jantungku dari belakang. Sungguh malam itu aku tidak pernah menangis sekeras itu.

Tapi malam itu aku tak hanya menangis, seperti biasa aku selalu melawan. Tapi ternyata, juga masih sama. Air mataku jatuh lebih deras. Kau mungkin tidak terlibat, tapi sejak itu hubungan kita menjadi renggang. Pun, ketika aku mulai hijarah. Bukan hanya hijrah ke kamar yang baru. Juga hijrah ke hidup yang baru. Dan sejak itu, aku bertemu seorang sahabat. Bertemu komunitas-komunitas baru. Bertemu dengan orang-orang hebat. Semunaya berubah, Aku tahu Allah selalu memberi gantinya, jauh lebih indah. Sejak itu seluruh duniaku berubah. Teralihkan sepenuhnya. Kalian, aku tidak tahu, dan aku masih tidak ingin tahu. Sulit memberi maaf. Namun pada akirnya maaf itu menyembuhkan. Aku berusaha, aku memaafkannya. Kau tahu kenapa? Karena tanpa tikaman itu, mungkin aku tidak akan pernah hijrah. Dan kini kutemukan cahaya bersama mereka, para bidadari dunia.

Malam ini kita kembali bersama. Mungkin semua takdir, Laptopmu rusak, dia sedang tak ada. Ternyata sama, kau dengannya pun tidak terlalu dekat. Aku pikir semenjak kepergianku dari kalian, hubungan itu semakin merekat. Ternyata setelah dua tahun berlalu, hubungan kalian tetap sama, masih ada jarak yang aku tidak tahu apa. Ternyata benar, ketulusan yang paling tulus adalah hubungan dengan satu alasan yang pasti, melakukan berbagai hal bersama karena Allah, hanya karena Allah, walau pun terkadang niat menghianati hati, namun hati dan pikiran akan saling mengingatkan, memperbaiki niat.

Kemarin dulu, kau datang ke kamarku hendak meminjam laptop. Kau di kamarku, menceritakan tentang skripsimu yang belum punya muara. Kuberikan sebuah saran, karena memang proposalku sudah selesai jauh hari sebelumnya. Yah, kau menyambut ide itu dengan senyum. Tentu saja aku dapat menangkap perubahan wajahmu. Bisa dibilang kau itu juga manusia dengan ekspesi sama.. Maaf. Peace...

Em, malam ini, kau minta tolong ditemani kesuatu tempat. Memang berbahaya jika anak gadis keluar sendirian. Aku tidak mungkin menolak permintaanmu. Kalau ia, teman macam apa aku? Maka kupenuhi, ku pikir kita bisa memulai banyak hal, setelah dua tahun akhirnya kita memiliki waktu, bersama. Curhat kembali, yah, sesekali kuceritakan perubahanku, tentang hijrahku. Yah, bagaimana mungkin aku menyeru yang lain, sedangkan kau, teman yang paling dekat secara fisik tidak kuseru. Aku pikir ini saat yang tepat. Sungguh aku tulus, tidak mengharap apa pun. Kau bukan orang yang tanpa dasar pengetahuan agama, aku tahu betul. Hanya saja lingkungan mengondisikanmu begitu.

Maka, cinta lagi tentang cinta sebuah bahasa Universal yang menyatukan seluruh pembicaraan, tentang masa depan, tentang membahagiakan orang tua, dan tentang cinta. Em, lama juga dua tahun, sebelum malam ini, kita hanya bertegur sapa, barang beberapa detik, bertanya dan berbincang secara tak sengaja beberapa menit. Dan malam ini kita cukup bercerita banyak hal, pun tentang kasih sayang Allah yang berlimpah pada kita. Tentang dia,tentu saja aku menyarankanmu untuk berpisah dengannya. Aku tidak tahu bagaimana sulitnya, paling aku hanya bisa membayangkan. Dengan mudah mengatakan tinggalkan saja dia. Tapi tentu saja saranku demikian. Bukankah kita sama-sama tahu, alasan dasarnya, peraturan perundang-undangan Allah mengatakan  “Wa la taqrabu al-zina“Dan janganlah kamu mendekati zina...” (QS Al-Isra’, 17/32)

Cinta mana yang tidak membutuhkan syarat? Mencari seseorang yang akan menggantikan sosok ayahmu untuk melindungimu tidak mudah. Tapi aku senang, kau masih menggunakan logika ketimbang perasaan. Karena sungguh perasaan itu kadang-kadang bisa menghancurkanmu teman. Sungguh tinggalkan saja dia, dia tidak pantas untukmu, dan ayahmu tidak pantas mendapatkan perlawanan dari anaknya. 

Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak.
(al-Baqarah: 216)
Oia jika suatu saat kau mendapati catatan ini, sungguh tidak ada maksud apa-apa. Aku harap kau percaya masih ada kata tulus di dunia ini, sungguh aku tulus. Aku berdoa semoga kita mendapat yang terbaik. Akan kusebut namanu dalam shalat. Juga untuk ayahmu. Sebut juga namaku dalam doamu. Allah sayang dengan kita, yakinlah...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya