Langsung ke konten utama

The Impact of Pragmatism on Education in "The Gap" play by Eugene Ionesco (My Thesis Title)



Beberapa minggu lalu, seperti biasa menelpon Ummi. Mengabarkan segala sesuatu. Menurutku, komunikasi dengan orang tua tentu saja harus selalu dibangun. Tentang apa pun itu. Aku mencoba empati, pasti Ummi selalu khawatir dengan anak-anaknya, terkadang memikirkannya hingga larut malam, apa lagi jika tidak ada kabar. Aku saja, jika aku mendapati  HP Ummi ataupun Etta yang tidak aktif, akan merasa cemas dan berusaha menghubungi. Apa tah lagi mereka?

Satu hal yang paling tidak ingin kulakukan adalah menambah beban orang tua, jadi mengabari segala perkembangan, keberhasilah, cita-cita adalah sebuah hal yang wajib. Apa lagi meminta doa... Akh, bukankah doa dari orang tua itu yang menjadi pelumas untuk  melancarkan segala apa yang kita usahakan, menjadi pertimbangan Allah untuk meridoi kita dan juga menjadi semacam pemompa semangat yang tidak tampak oleh mata...

Yah, beberapa minggu lalu aku menghubungi Ummi... Kukabarkan semuanya, tentang kulliah, tentang dakwah, tentang rumah, tentang kita juga,... Hehe, tentu saja aku lebih sering mengabari Ummi tentang apa pun dibanding sekedar menulis status di FB atau menulis di Blog (soalnya ummi tidak mengerti internetan). Maka aku yakin, setelah mengabarkan semuanya Ummi akan senang, lega, lalu tersenyum... 

Maka beberapa minggu lalu itu, aku berkata seperti ini ditelepon, jadilah perbincangan kami..

Assalamu Alaikum, Ummi, Alhamdulillah, Novel yang saya buat sudah sampai halaman 30, kataku dengan semangat dan senyum mengembang...

Ia nak, jangan mi dulu terlalu fokus sama itu, selesaikanmi dulu skripsi'ta?

Hm. senyumku yang tadinya mengembang, menyusut sedikit demi sedikit... Semangatku jadi mengendor...
Lalu kujawab dengan sederhana...

Iye... 

Huff, Alhamdulillah, saat ini sudah bisa melanjutkan Novel yang tertunda, skripsiku sudah rangkum, tinggal menunggu pengesahan dari pembimbing. Kemarin, aku memutuskan menulis novel itu sebagai pengisi waktu, hampir 2 bulan lamanya aku dicuekin oleh pembimbing karena kesibukan mereka yang begitu padat. Aku mengerti, maka menunggu adalah hal yang terbaik saat itu, padahal skripsiku waktu itu sudah jauh hari sebelumnya terselesaikan hingga BAB 4, Analisis...

Dan kau tahu, setiap lewat di koridor kampus, teman-teman pasti menyangka bahwa aku sudah mengajukan diri untuk ujuian meja, alias akan wisuda bulan 6... Yup, biasanya saya memang selalu memperhatikan urusan akademik (kalau tidak mau disebut bureng) walaupun tentunya urusan akademik bukanlah satu-satunya hal yang mesti diurusi. Terlalu sempit kuliah itu bung, jika kita hanya berurusan dengan akademik. Saat ini, tentu saja saya fokus dalam Dakwah, mempelajari Islam, sambil tak henti-hentinya menulis apa saja...

Maka wajar saja sebenarnya pada saat ujian meja, ada teman yang mencari sosokku diantara mahasiswa yang lain... Tapi ternyata, aku belum maju... Yah, saat bertemu dengan yang lain wajahku pun sama sekali tidak menunjukkan raut galau karena belum selesai... Semua ada prosesnya, semua ada waktunya. Urusan akademik Insya Allah bukan masalah besar. "Yang masalah itu jika berhadapan dengan mengendurnya semangat  Dakwah dan Keimanan", kata Murabbiahku yang terekam sempurna dimemoriku...

Akh, hari ini Ummi menelpon lagi..

Alhamdulillah ummi Skripsinya udah selesai, tinggal menunggu pengesahan dari pembimbing...

Alhamdulillah, Nak, terima kasih ya Allah engkau telah memudahkan Anakku..

Hm... Jadi sdah bisa mi toh saya saya lanjut NovelQ...

Ia... Kata Ummi, sambil tersenyum... 

Alhamdulillah, semoga secepatnya ACC, soalnya kesal juga terkadang mendengar sindirian Dg Asrul. wah... Kamu benar-benar 4 tahun yah kuliahnya...

Juga sindiran Puang Gau, "Cepatmi selesai supaya datang Mama'mu lihatko wisuda" (sindirnya kepada Imma, teman kosanku) Tapi diriku ikut tersinggung. Hebat juga Om ku sekali menepuk dua Nyamuk skak mat... hehe

Oia, Hanya Etta yang slow down "Saya percaya sama kamu Nak, kerja semampumu... "Akh, Etta selalu begitu...


Semangat.... Skipsi, Novel, dakwah... Dan kita... :)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya