Langsung ke konten utama

Perbincangan dengan Ummi

Hari itu sebelum berangkat lagi ke Makassar, aku tahu Ummi kembali sedih, aku harus pergi lagi. Ummi sakit, tidak terlalu parah, tapi setiap kena air Ummi kedinginan, bahkan kakinya katanya panas, seperti terbakar, Alhamdulillah Ummi masih bisa jalan, diagnosa dokter Ummi rematik. Tapi karena kesibukan kantor, Ummi belum sempat berobat lagi. hm... Kalau aku ke Makassar maka pekerjaan rumah tangga yang biasanya kukerjakan akan dikerjakan lagi oleh Ummi, memasak, cuci piring, membersihkan rumah, mencucenti pakaian, semua rutinitas itu, Pila terkadang membantu, tapi ah, usianya masih sangat kecil 9 tahun. Tubuhnya saja yang bongsor, tapi pikirannya tentu saja masih sangat kekanakan, hingga sebagian besar pekerjaan rumah setelah kepergianku akan ditanggung oleh Ummi. Kalau ada aku paling tidak Ummi bisa beristirahat total dari segala aktivitas itu.

Tapi tentu saja bukan itu yang membuat Ummi sedih, aku harus pergi. Aku tahu kalau aku jauh dari Ummi, Ummi selalu akan menghawatirkan dan memikirkan aku, makanya Ummi selalu saja berdoa "Ya Allah lindungi anakku dimanapun dia berada" begitu salah satu kalimat doa Ummi yang dilafalkannya berulang-ulang.

Dan aku memang harus kembali ke Makassar, menyelesaikan studi, sudah 4 tahun aku di sana. Melakukan banyak hal, dan tentu saja mengalami begitu banyak perubahan pikiran dan tujuan hidup. Ini adalah minggu-minggu terakhir menjadi mahasiswa. Tanggal 3 Agustus 2011 aku akan berjuang menghadapi ujian meja terakhir namun masih merupakan awal dari perjalananku yang panjang. Semoga semua berjalan lancar. Sebelumnya, aku masih menyempatkan mengikuti lomba terakhir lomba MTQ, yang akan diadakan besok...

Tiba-tiba aku ingin menulis percakapan dengan Ummi, satu jam sebelum berangkat saat menyiapkan barang-barang yang akan kubawa ke Makassar, Ummi persis berada di sampingku. Aku membuka pembicaraan.
"Ummi, saya mau bilang sesuatu, tapi Ummi jangan kepikiran yah?
"Bilang saja Nak,kenapa?"
"Ummi, Em... saya ingin bilang kalau besok lusa saya mendahului Ummi, mayat saya dipakaikan kerudung yah, bukan apa-apa Ummi, kita harus membicarakan segala hal."
"Oh... Ia nak,Ummi mengerti.  Kita semua akan menuju ke sana.Mmemang Ummi juga yah, pakaikan kerudung. Jangan lupa, nanti kuburan Ummi atasannya jangan di tegel di sampingnya saja, katanya jika sangkakala di tiup kita akan bangkit, jadi kuburan kita jangan di tegel."
"Ia, anggukku sungguh-sunguh. Walaupun aku belum pernah mendengar hadis tentang nisan"
Ini bukan yang pertama aku dan Ummi memicarakan kematian, nisan, kain kafan dan yang lain. Kami mencoba siap untuk menerima masa depan yang begitu pasti datangnya. Kematian. Namun, pagi itu aku hanya takut menyinggungnya karena aku hendak ke Makassar, takut Ummi kepikiran, ada apa denganku. Tapi sungguh aku hanya ingin membicarakannya. Kita benar-benar tidak tahu kapan ruh ini berpisah dari jasat dan semuanya berakhir.

Ia Ummi, kenapa kita hanya berbicara tentang bagaimana Karierku di masa yang akan datang, siapa Jodohku kelak, bagaimana mendidik adik-adik, bagian rumah mana yang hendak diperbaiki. Atau pun berbagai perbincangan tentang masa depan yang belum jelas. Tapi, masa depan yang jelas akan datang yaitu kematian tidak pernah dan begitu tabu untuk di bicarakan. Ah, betapa rugilah kita. Ummi, itu yang membuat kita selalu selalu rindu, perbincangan-perbincangan tentang Allah, tentang kesabaran, tentang masa depan, tentang Indahnya surga dan mengerikannya neraka, tentang masa depan kita. Juga tentang doa-doa ummi tentang diriku. Lalu, dari segi mana aku tidak menyayangimu dan adakah alasan untuk tidak membahagiakanmu, sungguh kebahagiaanku sederhana yaitu saat melihat seulas senyum di wajah Ummi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya