Langsung ke konten utama

Merekam akhir Desember


Memulai cerita TOWR dengan sebuah prolog mengenai kehidupanku beberapa bulan terakhir.  Yah, beberapa bulan terakhir ini, saya berkutat dengan kegiatan akademik kampus. Kuliah sekaligus mengajar. Ternyata menjalani semuanya tidak semudah membayangkannya. Saya senang belajar, juga mengajar karena kita bisa berbagi banyak hal. Saya pikir semuanya akan menjadi lebih mudah. Ternyata, saya dihimpit oleh waktu. Menginjak tahun ke dua mengajar, saya dipercayakan 6 kelas dengan 3 mata kuliah yang berbeda. Mungkin ketua prodiku lupa, jika saya sedang menempuh kuliah s2. Tapi, kepercayaan adalah hal yang penting, sebagai pengajar baru, menolak mata kuliah yang diberikan saya pikir sangat lancang. 
Maka mulailah saya berkutat dengan rutinitas yang cukup membuat stressfull, di Makassar saya kuliah setiap hari selalsa, rabu dan kamis. Kamis, sepulang kuliah, saya mempersiapkan lesson plan. Sorenya kembali ke Bone, saya akan tiba sekitar pukul 2 dini hari, essok harinya langsung mengajar, Jumat, sabtu minggu dan senin. Senin sore pulang ke Makassar tiba juga pukul 2 dini hari, besoknya harus mengerjakan tugas dan langsung kuliah. 
Wow, Apa lagi jika ada saja mahasiswa yang membuat jengkel, bersepakat dengan tugas dosen yang mengejar tanpa ampun. Belajar dan mengajar adalah dunia yang saya pilih, dan saya harus senang dengan itu, memeroleh kesenangan tanpa perjuangan adalah mustahil. Kata-kata itu yang selalu membuat saya kembali bersemangat. Saya juga senang ketika berhasil membuat mahasiswa-mahasiswa yang sedikit “liar” itu akhirnya mengerti. Dan kami bisa bekerjasama dan belajar dengan kehadiran masing-masing. Saya belajar sabar, mereka belajar menghargai.
Tapi, saya bukan wonder woman mengingat kondisi tubuh saya yang tidak selalu fit, maka saya hanya jadwal pulang saya hanya dua minggu sekali untuk mengajar, selebihnya ketidak hadiran mau tak mau harus digantikan oleh si Tugas. Setiap kembali ke Bone, mengingat wajah-wajah mahasiswa itu, selalu ada perasaan bersalah, saya benar-benar tidak becus. Hal yang saya lakukan untuk menebus rasa bersalah saya adalah merancang lesson plan terbaik untuk mereka, Walaupun harus saya akui ada saja yang tidak maksimal.
Maka setelah final, apa lagi yang saya butuhkan selain liburan? Memanjakan otak yang dipenuhi tumpukan pemikiran,rasa bersalah, dan kejenuhan yang mengumpal menjadi satu di kepala.
Bahkan sore harinya, sebelum berangkat menjemput Mbak Afifah Afra dibandara, ada saja masalah yang menghadang. Seharusnya kami berangkat kebandara sebelum magrib, namun nyatanya kami baru bisa berangkat bakda magrib. Dan macetpun menerjang jadilah saya dan Qia benar-benar terlambat menjeput mbak Afra. Kami hanya bisa berucap maaf.
Sesampai di lokasi, segera rasa capek itu menguap entah ke mana setelah melihat wajah-wajah panitia dan peserta. Ukhuwah, yah inilah kekuatan ukuwah selalu indah dan mengalirkan damai di hati.
Oh yah, saya begitu salut dengan panitia, mereka mandiri. Saya ingat, karena seabrek kesibukan itu, saya jadi jarang ikut rapat. Tapi, saya tahu betul tradisi d FLP Sulsel, para kader akan segera tumbuh melampaui batas usia dan pengalaman. Mereka hebat dan cepat belajar walau masih ada kesalahan di sana sini, bukankah kesalahan adalah sebuah keniscayaan yang akan selalu hadir dalam proses pembelajaran.


Benar selalu ada cerita menarik tentang TOWR, oh yah, terakhir kali saya mengadakan TOWR adalah tahun lalu, tepatnya tanggal 24 Februari, di Bone, TOWR cabang, satu tahun terakhir ini saya memang berdomisili di Bone, pulang ke kampung halaman, mengabdikan segenap ilmu yang pernah diperoleh. Tahun ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, entah atau tanpa terencana kita selalu bertemu dalam bulan berlatar Hujan, Desember, kali ini, kita memilih kebersamaan kita diantara gugusan pegunungan Karts hijau yang menjulang tinggi ke angkasa, seakan membentuk benteng alami yang begitu kokoh dan indah untuk menjaga kebersamaan kita. 
Ada cerita yang tertinggal, sebuah cerita yang kita bisikkan pada semesta yang selalu bertasbih. Taman Nasional Bantimurung, ini bukan pertama kita menginjakkan kaki di sini. Tapi, dengan kehadiran para laskar pena, semua menjadi berbeda. 
Di TOWR pucak tahun 2011 yang lalu, saya ingat tiga orang penyandang disabilitas tuna netra, dengan semangat mengikuti TOWR dengan segala keterbatasan mereka. Tahun 2009, juga pada TOWR Sulsel, kita menikmati materi kepenulisan pada sebuah area terpencil, ditemani sunyi, yah bahkan dering ponsel juga tak terdengar, kita terisolasi tak ada jaringan. Saat itu, ada beberapa perserta yang hilang saat melakukan out bond, da kita berdoa dengan khusuk. Akhirnya peserta TOWR yang tersesat di hutan karena mengikuti jejak yang salah dapat menemukan jalan pulang. 
Dan tahun ini, kita juga menemukan peserta-perserta yang hebat, semua Istimewa. Yah, hal yang membuat saya bersemangat setiap kali TOWR FLP adalah mengingat orang-orang yang bergabung adalah orang-orang istimewa. 
Tentu saja salah seorang yang sangat menonjol adalah Zakiyah. Dua bulan sebelum TOWR dia bahkan telah menghubungi saya, bertanya mengenai perekrutan Forum Lingkar Pena. Dia melontarkan pertanyaan yang cukup aneh menurut saya. Di sms zakiyah bertanya, Kira2 kalo saya bawa anak bisa tidak yah? Saya tersenyum, tentu saja saya tidak mungkin mengatakan tidak. Walaupun saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya.
Sekitar dua minggu pra TOWR, Zakiyah yang sudah hampir saya lupakan kembali menghubungi saya. Dan dia tetap nekad membawa bayinya. Hm,,, saya masih belum terbayang. Dan, pertama kali saat datang ke lokasi TOWR, akhirnya saya melihat bayi yang sedang di gendong oleh senior, K Mita namanya, saya langsung teringat Zakiyah, dan benar balita imut itu adalah anak Zakiyah, namanya Asiyah, bayi perempuan yang cantik. Oh yah, selama di TOWR Asiah sangat kooperatif, jarang rewel. Dan sungguh, lagi-lagi kita belajar banyak pada Zakiyah, seorang ibu di usianya yang masih belia dengan semangat yang akan menginspirasi siapapun.      
Di sini, sungguh latar yang sempurna untuk merangkai cerita, gugusan Gunur Karts yang daunnya menghijau berkilauan, dibasahi oleh hujan yang turun malu-malu, dengan tarian kupu-kupu yang beterbangan gembira. Bantimurung di subuh hari ternyata menyimpan pesona yang sempurna, kolaborasi alunan air bawah tanah dan air terjun mampu membuat hati begitu damai. Saya suka suasana sepi, entahlah mungkin karena bisa menikmati alam tanpa suara-suara bising pengunjung yang berjejalan.   
Sungguh kita belajar dari semesta yang tidak pernah berhenti bertasbih, juga pada air terjun yang terus bergerak tanpa henti, pada metamorphosis sempurna kupu-kupu, juga pada hujan yang mencipta sejuta inspirasi. 
Lalu perlahan-lahan, penat itu menghilang, saat kita membiarkan tempias air terjun membelai wajah dan memeluk tubuh kita, rasa dingin menguap tergantikan rasa sejuk yang terasa sampai di hati. Bukan hanya karena suasana, ini karena kebersamaan kita, melihat wajah-wajah teduh kalian selalu mengingatkanku padaNya, bukankah kita di sini untuk mengabadikan alam, peristiwa dan juga kebersamaan kita lewat tulisan, dan berharap tulisan itu melesat bagai cahaya yang akan menembus hati orang-orang terlebih hati kita sendiri yang kadang masih bergelut dengan kegelapan, agar kembali bersujud pada-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya