Langsung ke konten utama

Repair Mind and Heart


Belakangan ini saya mendengar banyak suara-suara keluhan di sekitar saya. Bahkan tidak jarang keluar dari mulut saya sendiri, kalau tidak bahkan keluhan itu dalam hati saya. 
Namun, Allah memberi kita sebuah device yang begitu canggih, ada yang menyebutnya hati atau yang lainnya menyebutnya pikiran. Entah, atau masih ada ada yang berdebat di mana tempat device ini. 
Dia berfungsi untuk membangun perasaan gelisah ketika suara-suara negatif mendominasi, untuk segera menetralkan kembali. Ada yang salah padaku. Dia menyadarkan ketika virus-virus mulai menyerang perlahan.
Maka sesungguhnya, ada jawaban yang datang. Dari kompilasi yang indah antara hati dan pemikiran, bahwa ketika kau banyak mengeluh, sesungguhnya kau sedang lupa bersyukur. Bahwa bukankah sudah begitu banyak nikmat bertebaran memelukmu?
Hanya saja kita lebih terfokus, pada debu-debu cobaan yang melekat, padahal jujurlah, untuk menyingkirkannya kita hanya membutuhkan sekali dua kali tepukan, dan debu itu akan terbang menjauh, kita bahkan terkadang lebih lama memaki debu dan kotornya lingkungan lebih lama ketimbang menyingkirkan debu. Lalu akhirnya kita lupa menikmati nikmatnya pelukan cinta Allah yang begitu besar dan dititipkannya pada alam semesta. Hal sederhana yang mungkin kau lupa, pada udara yang masih bisa kau nikmati dengan bebas.
Oh yah, kau tidak akan bisa menyingkirkan debu itu selamanya. Karena dia akan tetap ada, mengiringi setiap langkahmu. Debu itu yang disebut dengan ujian. 
Ayolah mari kita mengingat kembali pelajaran tentang pelaut. Apakah pelaut yang hebat terlahir dari lautan yang tenang? Tentu saja tidak bukan, plaut yang tangguh pasti telah mlewati amukan badai dan gelombang yang begitu dasyat dalam pelayarannya. 
Lalu, mengapa kita harus bersedih dan seakan begitu lemah menghadapi debu-debu kehidupan? Lihatlah kisah orang-orang hebat, dan siapakah sosok yang lebih pantas kita kenang selain Rasulullah dan para sahabat? Yang telah mengorbankan harta, jiwa, raga dan seluruhnya untuk memperjuangkan kalimat Allah, agar kelak kita dapat berjumpa disyurga?
Lalu bukankah debu-debu kehidupan yang kita hadapi, belum dalam rangka sepenuhnya memperjuangkan agama Allah seutuhnya? Kita, masih bergelut dalam keduniaan, yang hasilnya untuk kita sendiri, untuk kesenangan kita, dan untuk keeksisan kita. Lalu, orang-orang yang berjuang di jalan Allah, mereka tersenyum oleh debu-debu kehidupan?
Bahagia itu sederhana, ketika kau mensyukuri segala sesuatu yang Allah berikan pada kita, serta memandang segala sesuatunya dengan hal-hal positif. Yakinlah, sesulit apa pun itu, semua akan terlewati, nikmatilah prosesnya, dan pahitnya perjuangan akan terasa manis. 
Semangat...

Komentar

aida_radar mengatakan…
Bahagia yang sederhana itu ternyata tidak mudah dijangkau, Chara. :O
Tapi tugas manusia kan selalu berusaha ya. Hee :D

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya