Langsung ke konten utama

Berdamai

Bosan aku dengan perang dingin yang belum jua berakhir
Rasanya seperti teriris
Kala nyatanya jabatan tangan kita hari itu hanya sekedar formalitas
Namun hati kita masih menyulut bara

Akh, siapakah yang mampu memisahkn akar dari pohonnya kecuali dia akan melihat kita mati perlahan-lahan
Oleh pisah yang bukan karenaku juga karenamu

Sampai ketika kita menangis meraung-raung dalam diam akibat rindu yang disumbat dendam dan gengsi
Yang meracuni diri

Aku akan berlari melawan waktu meraih maaf yang sudah lama kau berikan sebenarnya

Dan saat pertikaian ini terjadi,
Aku menjadi paham betapa cintamu yang sangat besar terkadang membuatmu tak berpikir logis.

Maka semoga Allah masih memberi waktu
Dalam sebuah perdamaian yang akan membuat penduduk bumi menagis dalam haru

Bahwa cinta kita tidak akan pernah terpisah lagi setelah ini
Pun suatu hari saat aku pergi, dalam pelukan Imamku nantinya

Kau, akan berdiri dengan cinta yang semakin berlipat,

Semoga, aku masih memiliki waktu agar mampu menjelaskan, bahwa kematiaanku saat itu adalah manifestasi Cinta yang tak terbaca olehmu...

Semoga kita sudah kembali dengan cinta yang utuh tanpa prasangka, pada saatnya nanti
Saat kau menuntunku bersamanya dalam bahtera menuju padaNya.

Komentar

Unknown mengatakan…
hmm...
aku pernah mengalami ini.
sama persis, namun bedanya jabat itu tak ada sebab dia tak ada dihadapanku.

maka mari kita berdamai dengan diri kita terlebih dahulu.
Andi Asrawaty mengatakan…
Apalah artinya jika sekedar formalitas. Waktu it hati masih kaku, sekaku gunung Es. Entah siapa, hatinya atau hatiku...

:)
Andi Asrawaty mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya