Langsung ke konten utama

Sandiwara Langit dan Bumi

Tidak selamanya bunga-bunga yang kita tanam akan merekah dengan Indah,
apatah lagi menghasilkan buah yang ranum
Seperti impian kita, sayang...
Sakit, kecewa, jika dia akhirnya layu perlahan-lahan bahkan mati
Padahal kita telah membeli bibit yang paling unggul
Mungkin, karena sinar matahari yang mungkin berlebih
Atau, karena air kehidupan yang kita berikan mungkin tak cukup
Dan mungkin kita terlalu sibuk, dan lupa memberi pupuk
Juga tanaman lain menggerogotinya, karena ia tak pernah lagi kita tengok
Dan kita, terlalu sibuk dengan hidup kita masing-masing
Kita gagal?
Tidak...
Kegagalan akan mengajari kita, menemukan bibit yang paling cocok Dan nantinya tak usah mengulang kesalahan yang sama...
Bukankah sudah berkali-kali kita jatuh...
Kita, harus belajar saling mengihlaskan
Tanaman yang akan layu harus segera kita ganti
Kau membutuhkan bunga yang indah untuk menemani harimu
Aku juga harus memetik buah yang telah ranum
Kita harus berhenti berpura-pura
Karena keterpaksaan akan mendatangkan pesakitan
Dan tubuhku juga tubuhmu sudah penuh goresan luka,
Kita butuh obat dr tanaman untuk mebalut luka-luka
bukan semakin membuatnya membusuk
Sebaik apapun kita bersandiwara, hati tidak akan pernah berbohong
Mari kita hentikan semuanya
Sebuah sandiwara yang coba dihadirkan langit dan bumi...

Esok, tak ada salahnya kita tengok kembali semuanya, mungkinkah ada tunas yang luput dari pandangan kt? Semoga...

Komentar

Unknown mengatakan…
Aku menyesal tak membaca tuntas Goresan yang engkau torehkan Kala itu.

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya