Langsung ke konten utama

Menemukan Kembali Ritme Hidup



Tak peduli berapa kalipun kita merasa hilang, yang terpenting adalah, lagi kita menemukan jalan untuk kembali melanjutkan langkah. Menemukan kembali ritme hidup. Seperti yang kurasakan satu tahun belakangan ini, tentang tulisanku yang begitu jarang kau jumpai selain beberapa puisi yang tercipta karena memang aku tak pernah bisa berhenti menulis. Merenungi setiap hal terjadi, sebuah ritme baru mengisi relung hidupku, sebuah peran bernama istri, sebuah babak baru yang bernama pernikahan yang sungguh begitu berbeda, juga dipenuhi kejutan demi kejutan yang indah dan harus dimaknai dengan kebahagiaan, yang setiap pahit dan manisnya, adalah rasa baru yang penuh dengan penalaman baru dan pelajaran berharga.
  
Jodoh, kisah hidup dan percintaan yang sesungguhnya selalu jauh melebihi segala hal yang pernah kita baca dalam novel. Perjodohanku dengan kekasihku mengantarkanku pada kehidupan yang benar-benar baru, setelah menyelesaikan s2, saya akhirnya memenuhi kewajiban untuk membersamai sang kekasih di sebuah kota yang tidak pernah terbanyangkan sebelumnya, bahkan namanya tak pernah aku dengar sebelumnya Buol, Sulawesi Tengah, meninggalkan semua hal di tempat kelahiran, di kampung halaman, meninggalkan rumah, teman-teman, orang-orang terkasih, sanak saudara, orang tua, akh, sesak rasanya dada ini. Namun, kewajiban jauh lebih penting ketimbang perasaan-perasaan, selalu ada konsekuensi dari setiap peran baru yang telah kau dapatkan. 

Jodoh,oh jodoh, sungguh tak tertebak, dan di sinilah aku sekarang melanjutkan kembali mimpi-mimpi yang tertunda karena mengalami shock culture, yah berada di kota baru nan asing, walaupun belum berpindah pulau, masih di Sulawesi namun semua begitu berbeda, di tambah minim pengalaman tinggal di kampung orang jadilah aku merasa sendiri dan terasing di kota ini. Memang, selama tujuh tahun, saya melanjutkan sekolah di Makassar, namun Makassar adalah kota kedua, masih di Sulawesi Selatan, banyak sanak saudara, bahasa lokal yang saya mengerti, dan kampus yang mempertemukan saya dengan begitu banyak orang-orang keren dan memberikan begitu banyak kesempatan untuk berprestasi tentu saja menjadikan Makassar adalah kota yang sulit untuk ditinggalkan.

Di sini, di kota Buol, saya hanya punya satu sepupu yang juga tidak bisa selalu menemani saya karena, dia juga sudah berkeluarga dan juga bekerja di salah satu kantor pemerintah. Di tambah dengan bahasa yang tidak saya mengerti sedikitpun, membuat saya merasa hilang, tanpa teman, tanpa komunitas, tanpa aktivitas dakwah, tanpa tau di mana saya harus pergi, pun saya tidak mungkin bepergian sendiri jika suami sedang pergi kerja. Maka, tiga bulan ke dua berada di kota Buol adalah masa-masa paling sulit. Termasuk untuk sang suami yang harus ekstra sabar menghadapi istrinya yang mengalami shock culture, tak jarang dia pulang dan mendapati saya telah berlinang air mata. Jadi bukannya dihibur oleh istri sepulang kerja, dalam keadaan capek dia yang harus menenangkan saya. Terkadang dia juga harus terpaksa pulang tiba-tiba karena saya merasa kesepian. Mertua saya juga hanya beberapa hari di rumah, karena dia memiliki usaha di tempat ayah mertua bekerja, di perusahaan kelapa sawit. Mama hanya pulang saat terima gaji, lalu kembali. Dan tinggallah hanya kami berdua di rumah. Alhamdulillah, ada hp, namun pertemuan di dunia maya dan nyata tetap saja berbeda dan tidak dapat tergantikan.

Alhamdulillah, akhirnya curhat-curhat dan doa-doa yang saya panjatkan ada Allah dengan linangan air mata, terjawab di bulan-bulan berikutnya saya mulai belajar banyak tentang kota ini, tentang orang-orangnya, tentang temat-tempatnya, kuliner, dan segala hal. Waktu akan mengobati segalanya, dan di sinilah saya sekarang melanjutkan mimpi di kota Buol yang indah dengan pantai-pantainya di sepanjang jalan, juga pulau-pulau eksotis yang belum terjamah. Kuliner yang unik nan merakyat dengan rasa yang nikmat, ambal yang biasa saya sebut pizza Buol.  

Enam bulan setelah tinggal di Buol, saya sudah mulai mengajar di salah satu kampus, walaupun hanya dua kali seminggu karena mata kuliah bahasa inggris hanya mata kuliah umum. Setelah hampir satu tahun mengajar akhirnya saya mampu membaca keadaan. Setelah melewati masa-masa sulit, merasa hilang, kini saya menemukan kembali ritme hidup. Kini saya membuka usaha kursus bahasa inggris, mahasiswa saya bimbing untuk menjadi tentor, membuat mereka lebih produktif. Saya juga telah membentuk komunitas untuk mengembangkan hal-hal positif dalam diri anak-anak muda Buol, saya ingin keberadaan saya menjadi bermanfaat. Saya akhirnya menemukan hal-hal baru yang tidak saya dapatkan di Bone dan Makassar yang sudah sangat berkembang.
Di Buol, perkembangan kota ini hanya berpusat pada sektor ekonomi, namun pendidikan sungguh sangat tertinggal dengan selatan, terlebih Buol yang hanya kabupaten, memang sudah ada beberapa kampus, STIE, STISIPOL, dan STIP namun kegiatan kepemudaannya begitu minim, beberapa organisasi seperti HMI memng sudah ada, namun dari yang saya dengar dari mahasiswa, kegiatannya hanya berupa perekrutan, dan setelahnya minim follow up. Kegiatan literasi apa lagi, perpustakaan kota begitu memprihatinkan, merurut petugasnya, ini dikarenakan kator barunya sementara dibangun, sedang toko bukunya hanya terselip dalam usaha percetakan dan fotocopy. 

Maka, inilah saatnya saya menerapkan ilmu yang bertahun-tahun saya geluti, di kehidupan nyata, membangun dan membuka wawasan anak muda dan mahasiswa, membawa memperkenalkan mereka pada dakwah islam juga tentang buku-buku, tentang puisi, yang membuat dunia menjadi begitu berbeda. Alhamdulillah, mengajak Mahasiswa untuk bergabung menjadi jauh lebih mudah ketimbang di Makasar dan di Bone yang mahasiswanya punya puluhan pilihan untuk menghabiskan waktunya di organisasi mana. Juga dalam bidang pendidikan, bisnis kursusan hanya terhitung beberapa jari membuat saya lebih mudah mendapatkan siswa. 

Dan yah, mimpi kembali berlanjut, walaupun awalnya begitu sulit, namun akhinya saya kembali menemukan ritme hidup berkat dukungan suami dan mertua yang menguatkan langkah saya. Juga doa orang tua dan sahabat-sahabat. Selalu ada hikmah di balik semuanya, selalu ada hadiah kejutan bagi orang-orang yang bersabar dan berkorban demi kewajiban utama, yaitu sebagai seorang istri. Karena ridho Allah adalah hal yang paling utama. Semoga Allah menyertai kita diamanapun berada… Semoga kita bisa selalu bermanfaat di setiap tempat yang kita kunjungi. Suatu saat mungkin kita akan kembali bingung, hilang langkah, lagi-dan lagi, namun tak peduli berapa kalipun kita merasa hilang, yang terpenting adalah bangkit kembali, menemukan jalan menuju cahaya.

Buol, di pagi yang cerah 26 Mei 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya