Mer, membaca tulisanmu hari ini, membuat aku lagi-lagi tak bisa menahan haru.
Air mataku bercucuran serupa hujan yang tak reda-reda. Bagaimana dirimu bisa memikirkan hal yang sama?
Padahal kita tak pernah membicarakan hal ini sebelumnya. Tidak di telpon, wa ataupun fb.
Asal aku tahu, setelah membeli buku dan membaca buku Pemimpin Cinta dan Sekolah Cinta, aku selalu dipenuhi rasa haru yang begitu indah. Rasa haru itu bagai pelangi yang terdiri dari berbagai warna perasaan yang hadir, semangat, cinta, rindu, iman, islam, kehangatan, teladan dan banyak hal lagi yang rasanya tidak bisa terdeskripsi lewat tulisan.
Dalam satu bab buku Pemimpin Cinta, Ayahanda Edi bercerita, tentang kepekaan beliau terhadap staf dan guru perempuan di Athirah. Beliau menghitung dengan detail jumlah perempuan yang sedang mengandung, baru saja menikah dan akan menikah. Lalu kemudian merasa sangat bersalah karena pekerjaan di Athirah berpotensi memisahkan seorang ibu dan anaknya. Para perempuan harus bekerja di luar, mengajar anak orang lain sementara mereka harus mengorbankan perasaan dan kewajiban meninggalkan bayi mereka yang harusnya. Sungguh saya terhenyak. Beberapa kali saya berhenti, menyeka air mata, betapa hati beliau sangat peka. Baru saja saya berfikir tentang bagaimana teknis nanti saat mengurus anak saya, saya akan membawanya ke manapun saya berada Termasuk saat mengajar. Baru saja saya berpikir tentang kekejaman dunia kerja yang memisahkan ibu dan anaknya. Tapi, jauh lebih dahulu, Ayahanda Edi telah menghadirkan sebuah solusi, seperti oase di padang pasir. Beliau mendirikan penitipan anak di Athirah dengan konsep yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya. Kepekaan hatinya membuat beliau menjadi cerdas dan dapat mengambil keputusan-keputusan brian. Ah, saya benar-benar kagum, beliau adalah sosok inspiratif, Pemimpin Cinta yang sesungguhnya.
Tidak hanya di bab itu, di bab-bab lain, perjuangannya dalam literasi, bagaimana caranya memotivasi siswa tertanan dalam semoga bahkan di alam bawah sadar saya, sehingga bisa belajar dari beliau.
Setelah menuntaskan buku Pemimpin Cinta, karena harus mengurusi banyak hal, saya akhirnya memulai membaca sekolah cinta saat perjalanan pulang ke Bone. Di pesawat Palu-Makassar, lembaran-demi lembaran buku itu mengingatkan saya tentang perjuangan kita di Bone. Saya mengingat betapa Allah maha baik mempertemukan kita dengan orang-orang hebat. Buku sekolah cinta menceritakan sosok-sosok hebat, Kak Gegge, senior yang begitu bersahajah, selalu memiliki waktu untuk kita, selalu memberikan semangat tanpa peduli betapa mudahnya kami berputus asa dan berhenti menulis.
Buku sekolah cinta mungkin mengingatkan semuanya, tentang perjalanan perjuangan, perjalanan cinta, di tempat kelahiran kita, Kota Watampone, tempat kita dibesarkan, sekaligus dikucilkan. Buku ini memang mengadirkan perasaan emosional yang begitu kuat Betapa perjumpaan dengan Ayahanda Edi adalah pertemuan yang menghadirkan cinta. Hati beliau sangat luas, menebar cinta pada setiap orang yang beliau temui. Termasuk kita. Allah lah yang merencanakan semuanya. Saya begitu beruntung pernah berbicara dalam satu forum sebagai pemateri dengan beliau. Saat itu saya adalah cecunguk yang baru saja menjadi dosen muda, yang kebetulan diundang menggantikan Pak Ketua STKIP sebagai pembicara. Pertemuan tersebut menjadi cikal-bakal kedekatan FLP Bone dengan Ayahanda Edi.
Yah, membaca Sekolah Cinta membuat saya bernostalgia, cara bercerita Ayahanda Edi membuat sosok Kepala Sekolah Athiran Bone saat itu Zuhri Wail, begitu nyata membuat saya serasa mengenal dan begitu dekat dengan beliau, walaupun belum pernah bertemu. Kebaikan-kebaikan Ayahanda Edi berkelebatan, menghadirkan doa untuk beliau di atas ketinggain 2000 kaki, hati saya bergetar. Berdoa agar mampu belajar banyak juga bersyukur bisa bertemu dengan beliau, merapal doa agar beliau dan keluarga selalu sehat dan menebar inspirasi.
Di saat tidak ada yang melirik kami, tidak ada yang paham tentang FLP beliau menyambut kami seperti kami adalah eksekutif muda yang menawarkan proyek ratusan juta. Namun nyatanya kami tidak membawa apa-apa selain semangat dan harapan tentang dunia Islam dan literasi yang lebih baik. Dengan semangat itu, kenyata Beliau selalu antusias dan menyambut setiap kegiatan -kegiatan literasi FLP Bone. Beliau menghadirkan puluhan siswa athirah yang antusias, menghidupkan acara kami, bahkan menjadi pembicara yang mengisi hati kami dengan cahaya yang sinarnya memancar dari mata dan senyum kami, tanpa mau dibayar sepeserpun. Hal ini membuat kami optimis, bahwa masih banyak Pemimpin Cinta, juga Sekolah Cinta di negeri ini.
Kita hanya para cecunguk yang mencuri perhatian untuk mengubah dunia ini, walaupun dengan perubahan yang begitu sempit, tapi yakin kita akan bisa mengubah dunia dengan keikhlasan kita. Semoga Allah selalu mempertemukan kita dengan orang-orang baik dan orang-orang jahat yang akan berubah dengan baik dengan pertemuan kita dengannya.
Semoga Allah menghimpun kami disyurganya kelak. Aamiin...
𝨾𝨾
Komentar