Langsung ke konten utama

Geliat Budaya Literasi Buol, Secercah Harapan Pendidikan Indonesia


Salah satu masalah krusial di Indonesia yang belum bisa tepecahkan adalah rendahnya pendidikan di negeri ini. Salah satu indikator pendidikan berkualitas adalah hadirnya budaya literasi di tengah masyarakat.Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia menempati urutan kedua terbawah dari dari 62 negara. Artinya Indonesia menempati urutan ke-60 (Kompas.com, 29 Agustus 2016). Data ini tentu saja sangat memiriskan karena menunjukan rendahnya budaya literasi masyarakat Indonesia yang hanya berada di atas Bostwana sebuah negara di Afrika Selatan.
Tidak hanya sampai di situ, menurut data Program For International Student Assesment (PISA 2012). Indeks minat baca hanya 0,001 artinya di antara 1.000 penduduk hanya 1 orang yang konsen membaca. Ironisnya, banyak guru dan birokrat pendidikan yang justru belum memahami “pendidikan literasi”
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus segera membenahi kualitas pendidikan dengan segera menanamkan budaya literasi ke tengah-tengah masyarakat. Khususnya di  Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) yang tentu saja memiliki akses, informasi maupun kegiatan literasi yang minim jika dibandingkan di kota-kota besar di Indonesia.
Buol sebagai salah satu daerah 3T juga mengalami hal yang serius dalam hal rendahnya tingkat literasi. Walaupun belum ada data yang menunjukkan tingkat literasi masyarakat Buol, namun wajah pendidikan Buol yang berada pada peringkat 13 atau terbawah dari semua kabupaten di Sulawesi Tengah membuktikan bahwa rendahnya kualitas literasi di daerah kita ini. Seperti yang dikatakan oleh Rarr Read is the heart of Education, membaca adalah jantung dari pendidikan. Tingkat pendidikan berbanding lurus dengan tingkat literasi, jika tingkat literasi tinggi maka kualitas pendidikan juga meningkat. Oleh karena itu langkah paling awal untuk membenahi wajah pendidikan buol saat ini adaalah dengan memulai gerakan literasi secara masif.
Selain itu, urgensi akan pengetahuan literasi di era digital ini sangat dibutuhkan mengingat bombardir media sosial menyerang masyarakat, terutama generasi muda Indonesia. Hal ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif. Bagi mereka yang mampu menguasai media sosial (medsos) dengan ilmu dan skill akan menjadi sebuah peluang yang besar untuk memperoleh informasi dan membangun koneksi. Namun, bagi mereka yang merupakan pengguna pemula medsos yang minim pengetahuan maka mereka akan terseret dalam dampak negatif sehinggadapat menjadi bom waktu yang dapat meledak kapan saja.
Ujaran kebencian dan hoax (berita bohong) yang bertebaran di media sosial juga membawa ancaman serius yang dapat memecah belah kesatuan bangsa.Salah satu cara untuk mengatasi terjerumusnya masyarakat dalam arus dunia sosial adalah dengan memberikan pendidikan literasi kepada masyarakat. Tidak dapat dipungkiri, salah satu penyebab mudahnya generasi muda menyebarkan hoax dan ujaran kebencian adalah karenakurangnya kemampuan menyaring berita yang benar. Saat mendapat berita, sebagian besar langsung mengirim tanpa mengecek kebenaran atau membaca secara keseluruhan berita tersebut. Hal ini tentu saja disebabkan karena rendahnya minat baca di kalangan masyarakat.
Mengingat pentinganya budaya literasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan untuk menjaga kesatuan dan keutuhan negara kita, maka menumbuhkan dan menyebarkan kembali pentingnya budaya literasi khususnya di daerah 3T menjadi hal yang sangat krusial. Karena, catatan tinta emas sejarah mencatat tidak ada satu negara pun yang besar dan sejahtra tanpa masyarakat yang memiliki budaya literasi.
Oleh karena itu perlu adanya langkah-langkah yang tepat, berkelanjutan serta sinergi dari semua pikak untuk kembali menggemakan budaya budaya literasi pada setiap aspek berbangsa dan bernegara, mulai dari individu, keluarga, sekolah, pemerintah dan masyarakat.
Pemerintah hendaknya mendukung setiap gerakan literasi dengan menyediakan dana khusus seperti penyelenggaraan seminar litearsi kepada masyarakat dan melakukan pelatihan menulis. Setiap sekolah harus melaksanakan gerakan literasi sekolah dengan sungguh-sungguh, pihak swasta dan pemerintah bekerjasama menghidupkan perpustakaan di kota dan desa, menyediakan pojok baca terurtama di ruang–ruang publik, dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan menyenangkan untuk menarik perhatian generasi muda serta peran orang tua dan keluarga dalam menamkankan budaya literasi sejak dini. 
Saat ini di Kabupaten Buol, geliat literasi telah terasa dengan terlaksananya kegiatan literasi yakni seminar literasi dan bedah buku yang digagas oleh Buol Educare Institute yang dibuka oleh Dinas Perpustakaan dan Arsip serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Buol. Sebuah langkah yang membuktikan bahwa sebenarnya masyarakat Buol khususnya generasi muda memiliki minat yang tinggi di bidang literasi. Hanya sebelumnya, belum ada komunitas yang menggagas hal tersebut.
Hal ini membawa angin segar bagi dunia pendidikan dan kesejahtraan Buol untuk masa yang akan datang. Dukungan dari pemerintah adalah bentuk nyata bahwa Buol segera berbenah. Sebagai penggagas gerakan literasi di Buol, di awal tahun ini, Buol Educare Institute telah merencanakan akan menggelar kegiatan sekolah menulis untuk mengasah keterampilan menulis masyarakat Buol khususnya generasi muda.Kegiatan lainnya yaitu Roadshow gerakan literasi sekolah bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Dinas Perpustakaan dan Arsip. Diharapkan output dari kegiatan literasi ini adalah untuk menghasilkan karya berupa tulisan yang bertema budaya untuk mengabadikan budaya Buol serta menumbuhkan karakter generasi muda melalui menulis. Maka, geliat literasi di Buol telah memberikan secercah harapan untuk perbaikan mutu pendidikan kita. Semoga.
Tulisan ini terbit dalam Warta Suara Nami, Tabloid Seputar Daerah, 
Juga lolos dala mengikuti Residensi Pegiat Literasi 2018 di Taman Baca Warabal Bogor








NEdisi 3/1-15/2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya