Langsung ke konten utama

Tentang Hati dan Bumi yang Rindu

Aku melihat diriku berjalan dengan perut buncitku 
Aku di kampung halamanku dan melemparkan senyum ke arah tetanggaku
Mereka seakan mengatakan, mereka pikir aku sudah melahirkan

Lalu aku sampai di depan rumah, kulihat ada tetangga yang berulang tahun dan membagi-bagikan nasi kuning

Adikku Aan dan Pila, telah duduk di kursi disuapi Ibuku, makan nasi kuning dan telur lebur

Aku terbangun...

Sebuah mimpi, yang berhasil membuatku tiba-tiba merindukan setiap inci kampung halamanku, 
Rumahku, rumah tetanggaku, Ibu dan adik-adikku, tetanggaku, teman-temanku, sekolahku, 
kenangan-kenangan di Bone

Di antara suasana yang tidak menentu, hatiku menjadi kosong
Lagi, tersadar bahwa manusia benar-benar tidak ada kuasa tanpa-Nya
Bahkan untuk menentukan suasana hati

Seharusnya aku bergembira saja, hanya perasaan gembira karena anak yg kami tunggu-tunggu akan segera hadir.

Firasatku mengatakan ini adalah minggu-minggu terakhir penantianku
Tapi di hatiku, tidak selalu bergembira, ia berganti cemas, khawatir, rindu, semuanya datang bergantian...

Pun bayangan kematian sesekali muncul, dan kita tak pernah tahu kapan ajal itu akan datang. Apatah lagi dengan situasi bumi yang tidak baik-baim saja, bagaikan kisah film yang menjadi kenyataan, virus corona yang menghantui. 

Kapan kita akan berpisah dari dunia.

Olehnya hanya doa-doa yang hadir, selalu untuk menguatkan hati, untuk memupuk semangat juga bayangan tentang putri kecilku yang akan segera hadir dan bumi akan segera pulih.

Ya Allah, hanya kepadamu kami bermohon, meminta takdir-takdir baik dan perlindungan kepada orang-orang yang kami cintai.. ❤

Buol, 21 Maret 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya