Langsung ke konten utama

Inara, Mpasi Dini

Inara, Mpasi Dini

Mungkin seharusnya saya menyebut Mpafor Dini, karena Inara tidak minum Asi, Inara hanya mau diberi Sufor, jangan tanya kenapa. Intinya sebagai Ibu baru, saya telah melakukan segala hal agar Inara bisa mendapatkan Asi, namun pada akhirnya, saya harus menerima bahwa Inara hanya mau mengonsumsi sufor. Dan ini tentunya akan memberi saya bayak pelajaran. Saya tidak ingin kecewa, jadi walaupun Inara hanya ingin sufor, intinya Alhamdulillah Inara sehat dan kami bahagia.

Masuk bulan ke lima, Inara tidak mengalami peningkatan berat badan (BB). Dari umur 4 bulan, dan kini 5 bulan, BB Inara hanya 6 kilo. Sebenarnya, berat 6 kilo di usia 5 bulan bukan hal yang buruk. Hanya saja, BB Inara yang tidak naik tentu saja membuat saya agak worried.

Akhirnya saya memutuskan untuk mpasi dini di usia 5 bulan dengan berbagai pertimbangan dan setelah mencari informasi.

Idealnya bayi memang diberikan Mpasi di usia 6 bulan, namun ada beberapa kondisi pada bayi sehingga bisa mendapatkan Mpasi pada usia 4 bulan. Namun, ingat Mpasi ini minimal di usia 4 bulan. Salah satu kondisinya seperti kondisi Inara yang tidak mengalami kenaikan berat badan. Selain itu, Inara juga sudah memperlihatkan kesiapan untuk Mpasi, seperti sangat ngiler ketika kami makan (serius, in kesian banget ngeliatnya ngiler-ngiler).

Untuk menu Mpasi pertama Inara kami memilih bubur Sun Rasa pisang dengan porsi minimalis, 1 sendok teh sekadar memperkenalkan Inara pada makanan, hal ini juga agar pencernaan Inara tidak kaget. Di umur 6 bulan, barulah Inara akan diberi porsi normal, dan di 7 bulan saya baru akan memulai Mpasi yang agak serius 😅. Berupa bunur saring yang tentunya akan saya buat homemade.

Selamat Mpasi, eh Mpafor Inaraku sayang, sehat selalu Nak...
Mari saling bertumbuh dengan bahagia...
Inara bertumbuh jd balita sehat dan Ummah juga bertumbuh sebagai Ibu bahagia...

Aamiin


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya