Langsung ke konten utama

Puisi Sebelum Kematian

Puisi Sebelum Kematian

Adalah rahasia, siapa yang akan pergi terlebih dahulu, Aku..  Ataukah Kau...

Yang kutahu, kita sedang mempersiapkan hidup setelah kematian.

Tentang orang-orang yang akan kelak mengenang dan mendoakan kita.

Perihal dimana jasad kita akan disemayamkan.

Juga tentang upacara dan bagaimana kita akan saling melepaskan.

Katamu, Kau ingin berteduh di bawah pohon rindang, bebaring selamanya di rumah kita.

Melihat anak cucumu bermain, berlarian dan mendengarkan cerita, keluh, kesah dan bahagia. 

Kau ingin menyaksikan segalanya lebih dekat.

Seolah kau tahu, kini, waktu memang selalu berlalu begitu cepat. Anak-anak tumbuh dewasa dengan kesibukan yang tidak berjarak.

Aku mempersiapkan diri menghadapi kepergianmu yang pasti. Namun kuharap kepastian itu dapat kuulur selama mungkin. Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu lebih lama. 

Sebenarnya, sebanyak aku mempersiapkan diri. Sebanyak itu pula aku tahu, aku tidak akan bisa siap. 

Namun, jikakah besok aku yang terlebih dahulu pergi, maka makamkan aku di kampung halamanku. 

Di tempat yang sama di mana aku mendengar cerita perjuanganmu yang bagaikan dongeng bagiku. Yang aku tumbuh dan kuat karenanya.

Aku juga ingin beristirahat di rumah kita, menunggu malaikat yang datang menjemputku kelak.

Yah, kita tidak akan pernah tahu, siapa yang akan pergi lebih dahulu.

Yang jelas, selain air mata. Marilah kita berusaha menghadirkan senyum saat itu. Senyum bahagia bahwa kita ditakdirkan pernah bersatu.

Kita saling menguatkan, kita berjuang, menangis, tertawa, bersujud dan berdoa bersama. 

Bahwa masa-masa kita bersama di dunia adalah takdir yang sangat indah. 

Terimakasih karena terus saling mengingatkan, agar bersabar sekejap di dunia, mempersiapkan segala hal agar kelak kita akan bertemu kembali.

Di telaga dan tempat yang paling indah yang pernah tercipta dalam keabadian.

Suatu ketika di mana tidak akan ada lagi perpisahan, air mata, dan kesedihan. 

Berbahagialah..

Buol, 15 Desember 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya