Langsung ke konten utama

Day after Day

Tidak Perlu Menunggu Moment Tahun Baru (Part I)

Empat belas purnama berlalu setelah toga berhasil terpasang, juga gelar sarjana yang melekat. Tak terasa, semua berlalu begitu cepat, masih teringat dengan berbagai memori saat berstatus sebagai mahasiswa S1. Mengejar prestasi, menulis, aktif di organisasi kepenulisan kita, juga mencapai target-target dakwah bersama para muslimah yang luar biasa (para mutiara peradaban: saya selalu menyebut mereka begitu). Terlalu banyak hal yang telah terjadi. Sekarang semua telah berganti dengan suasana yang baru. Setting tempatnya memang masih sama, saya kembali ke Unhas, melewati koridor-koridor yang sama, tapi tentunya dengan status mahasiswa S2, yang semuanya telah berbeda.

Yah, di empat belas purnama ini, telah begitu banyak yang terjadi. Aku tak sempat merekamnya dalam tulisan, jadi mungkin akan ku-rangkum saja. Tidak perlu menunggu moment tahun baru kan, untuk mengingat apa-apa saja yang telah terjadi dan berlalu. 

Ngajar

Satu minggu setelah wisuda S1, saya sudah diterima menjadi seorang Dosen di sebuah sekolah tinggi, STKIP Muhammadiyah Bone, saya juga tidak menyangka, saya bisa diterima, langsung dengan status dosen pula, secara titel saya masih S1 dan saya mengajar untuk S1. Hm, tapi Allah sudah menentukan segalanya, dan saya diberi amanah, saya memang harus banyak-banyak bersyukur. Secara di luar sana, masih banyak teman-teman, yang berlalu-lalang menawarkan CV, berharap mendapat kerja yang layak, namun semuanya belum berjalan sesuai rencana dan keinginan, waktu belum berpihak.

Sebenarnya semua tidak terjadi begitu saja, bukan hanya Ijazah sementara dengan predikat cum laude. Saya juga membawa sebuah map berisikan berbagai hal yang telah saya perjuangkan dan saya raih sewaktu mahasiswa, tulisan-tulisan yang termuat di media, sertifikat juara lomba menulis, SK pengalaman kerja, juga sebuah buku yang membingkai tulisan-tulisan saya sewaktu kuliah. Mungkin, hal tersebut menjadi pertimbangan Ketua Yayasan dan Wakil Ketua II untuk menerima saya menjadi dosen. "Saya sudah mau S3, tapi belum punya buku, Kamu hebat, katanya."

Pujian itu berlebihan, adalah wajar dan harus jika seorang yang berstatus mahasiswa itu berkarya, dan kebetulan saja karya yang saya hasilkan adalah sebuah buku, dan saya tau dengan jelas bahwa buku yang saya hasilkan, masih memiliki segudang kesalahan di sana sini. Namun, harus diakui kemampuan menulis di Indonesia memang masih barang yang langka, sehingga jika sewaktu kuliah kau telah memiliki karya, hal itu akan cukup dihargai.

Selain menulis, saya juga aktif dalam sebuah kelompok dakwah yang luar biasa, di sana kami ditempa menjadi pribadi-pribadi muslim yang Islami, baik dari segi pola pikir maupun pola sikap sehingga menghadirkan karakter Islam. Di sana kami mengkaji Islam secara Kaffah, memupuk perasaan cinta terhadap Islam, mengkristalkan Islam bukan hanya sebagai agama, tapi sekaligus Ideologi yang mengatur seluruh kehidupan dengan standar hukum syara (perintah dan larangan Allah, yang disampaikan melalui AL-Quran yang dibawa oleh Rasulullah) baik dalam tataran ibadah, pendidikan, ekonomi, politik, sosial dan negara. Semangat kami terhadap ilmu pengetahuan dipantik sehingga kehausan terhadap ilmu menjadi sebuah kebutuhan yang harus segera menghapuskan dahaga, namun ternyata semakin mencicipi pengetahuan maka kehausan akan semakin bertambah. Pengetahuan ideologi kaffah kemudian menjadi bahan utama tulisan saya, memberi warna tersendiri yang saya balut dengan sastra. Juga sebagai salah satu jalan dakwah. Mungkn masih terlalu jauh jika dibandingkan para sahabat dan juga generasi terdahulu, tapi berdakwah adalah kewajiban.

Pembinaan di kelmpok dakwah tersebut akhirnya saya ketahui sebagai sebuah Partai politik bertaraf Internasional yang bergerak di luar parlemen, Muslimah Hizbut Tahrir Indnesia yang merupakan bagian dari Hizbut Tahrir Indonesia, dengan tujuan utamanya melanjutkan kehidupan Islam dalam bingkai syariah dan Khilafah, sesuai dengan petunjuk Rasulullah. Em, kayaknya serius banget pembicaraannya, tapi sungguh walaupun belum menjadi anggota resmi dari MHTI, dan saya masih mengkaji pemikiran-pemikirannya. Banyak hal yang saya dapatkan di sana, terutama bagaimana menyampaikan ide dengan retorika yang unik, perumpamaan yang memikat, juga pemaparan yang sederhana tapi melekat di hati pendengarnya (tidak berusaha lebay, ini pendapat saya sesuai pengalaman). Namun, tentunya bergabung dengan kelompok dakwah sama sekali bukan karena ingin memiliki kemampuan beretorika, itu hanya nilai tambah yang diperoleh karena seorang pengemban dakwah memang harus memiliki kemampuan komunikasi yang berada di atas rata-rata. Seorang pengemban dakwah tidak pernah mengharapkan imbalan berupa materi, tetapi semuanya haruslah hanya dengan niat semata-mata untuk memperoleh ridho Allah SWT.

Yah, Allah telah menjanjikan pertolongan terhadap orang-orang yang menolong agamanya. Saya selalu bersyukur, karena Allah selalu menjaga saya, menunjukkan saya jalan yang lurus. Saya terkadang membayangkan bagaimana jadinya saja saya tidak bergabung dengan jamaah dakwah, jika saya tidak mengetahui indahnya Islam, tidak mengenal dan berjuang dengan Islam Ideologis, entah bagaimana jadinya. Saya takut saya mungkin menjadi kaum feminis yang berteria-teriak di jalan, atau mungkin jadi entah bagaimana jadinya, Naudzubillah.

Namun bukankah Allah telah menjanjikan dalam Al-Quran surah Al-Hajj ayat 40

ÙˆَÙ„َÙŠَنصُرَÙ†َّ اللَّÙ‡ُ Ù…َÙ† ÙŠَنصُرُÙ‡ُ Ø¥ِÙ†َّ اللَّÙ‡َ Ù„َÙ‚َÙˆِÙŠٌّ عَزِيزٌ
Artinya : “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa,” (QS. Al Hajj : 40)




Ngajar Mahasiswa, yang diajar lebih besar dari pada ynag mengajar :D

Islamic English Course



Buat ferdi : Makasih buat design-ny.. :D

Hm, setelah jadi dosen saya juga sudah berani berusaha membuka sebuah tempat kursus di mana saya menjadi pemilik juga managernya, namanya Islamic English Course. Siswa saja berjumlah 10 orang : Siswa kelas 3 dan kelas 4, mereka lucu, tapi kadang-kadang terlalu aktif, tapi saya menyayangi mereka. Program kami sederhana, belajar sambil bermain, juga beribadah. Setelah pulang sekolah, sekitar jam dua mereka sudah akan berkumpul di ruang tamu saya, belajar bahasa Inggris kurang lebih satu setengah jam, setelahnya mereka shalat berjamaah, ada yang bertindak sebagai Muadzin, imam, dan makmum.

Yah, walaupun untuk sementara saya hentikan, banyak faktor, tapi, bukan berhenti selamanya. Sekarang saya hanya harus fokus untuk melanjutkan s2 saya... Semangat.

Oia, Fikri, Fikrah, Faiz, A. Tirta, A. Riri, Nadya, Nurul, Ainun, A. Cinta, kalian rindu Miss Asra tidak, Miss Asra rindu kalian... :D


Suasana Belajar, di ruang tamu yang telah disulap menjadi ruang kelas sederhana,



Note : Situasi setelah belajar, mereka shalat berjamaah.. :D

Training of Writing and Recruitment FLP Cabang Bone

Setelah di Bone, saya kembali berkumpul dengan teman-teman, Ukhti2 keren, Rusti, Mulhaery, A. Mustika dan Mutiah (Arlia). Mereka menyodorkan saya amanah menjadi Ketau Cabang FLP bone, juga mendesak agar segera membentuk cabang. Akhirnya, beban yang berat itu saya pikul, saya sebelumnya tidak pernah menjabat menjadi pengurus inti d FLP tapi, its ok lah. Saya mencoba, mengajak beberapa teman-teman yang tertarik dengan dunia literasi. Akhirnya dengan berbagai usaha dari teman-teman, kami berhasil mengadakan TOWR yang pertama, seru... :D




Note : Liputan media (Radar Bone)


Note: Sebenarnya ingin di save di draf dulu, tapi seperti judulnya "Tidak mesti menunggu moment tahun baru", masih bersambung, kapan-kapan :D

Komentar

Unknown mengatakan…
keren ukhti...terus eksis yah

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya