Langsung ke konten utama

14.05.14. 24

(Rasa Nano-nano di Usia 24)

Tanggal keramat, ah tidak menurutku itu tanggal cantik. Lagi usia meranggas, satu persatu, harusnya saya bersedih, karena waktuku bersama kalian terus berkurang. Lembaran kalender terus berganti tanpa kusadari. Moment-moment tahunan datang lagi, rasanya baru kemarin. Waktu benar-benar berlari dengan cepat, dapat menggilas siapa saja jika tidak memanfaatkannya dengan baik. Akh, waktu begitu banyak ayat yang harusnya mengingatkan kita bahwa waktu begitu berharga. Sangat, tapi ternyata kadang kita terlena dan... Lupa

Dua puluh tiga, adalah usiaku yang kemarin. Aku ingat, usia 23 tiga tahun ini adalah usia yang tidak mudah. Seperti permen nano-nano. Secara kasat mata, semua mungkin baik-baik saja, yah ada beberapa pencapaian memang, beberapa telah aku tulis, kalian bisa membacanya di http://charaaw.blogspot.com/2013/11/day-after-day.html  tapi menurutku semuanya karena Allah, juga karena doa-doa ibu yang tak lelah dipanjatkannya selepas shalat, shalat tahajjud khususnya. Saya hanya menjalani dan kesempatan yang Allah berikan. Hm, mengenang hari-hari sebelumnya membuatku tersenyum, beberapa teman yang berada pada usia tersebut sedang galau-galaunya. Kami sedang berada pada masa peraliahan, masa-masa stress di usia 23. 

Beberapa sahabatku curhat, ada curhat secara langsung, ada yang via fb, sms, macam-macam. Usia 23 ini bahkan lebih menantang dari pada masa peralihan sewaktu dari eSeMA menuju ke Universitas, bagaimana tidak, beban title Sarjana sudah melekat, beberapa teman masih mengajukan lamaran ke sana-kemari, dan tak lolos-lolos. Beberapa galau memikirkan lamaran tak kunjung datang. Beberapa sibuk dengan memilah milih lamaran yang tidak cocok. Ada juga yang harus menunda s2 karena harus bekerja. Ada yang sudah kerja, tapi malah dilema ingin resign dan lanjut s2. Pun yang sudah menikah, membagi rumah tangga dan kuliah tidak mudah. Akhirnya beberapa di antara mereka malah jatuh sakit. Hm,  tapi untunglah sahabat-sahabatku adalah muslimah hebat. Beberapa di atara mereka adalah para pengemban dakwah, yang tidak menjadikan masalah pribadinya menjadi alasan untuk berhenti berdakwah.

Tapi over all, Alhamdulillah, tantangan usia 23 telah berlalu, semoga kita bisa melewatinya dengan bijak dan kedewasaan. Di usia 23 tahun saya benar-benar banyak belajar, berkontemplasi lebih dalam, selalu merefleksi setiap kejadian yang berada di sekeliling, mencoba hal-hal baru di the real world (ternyata dunia kampus tempat yang nyaman, pantas ada mahasiswa yang tidak rela melepas status sarjana yang bergengsi, tapi sadarkah kita harus menghadapi tantangan sesungguhnya). Begitu banyak hal yang telah terjadi.

Suka, duka, senang, bahagia, galau, bersyukurlah dan yakinkan dirimu apa dan bagaimanapun situasi yang menemui dan menghadangmu, yakinlah bahwa Allah selalu ada, maka tentulah di dinding facebookmu tidak akan banyak keluhan, karena keluh kesah itu telah kau luapkan pada Allah semata. Nikmatilah, seperti menikmati rasa permen nano-nano, manis, asam asin. Semua adalah dinamika hidup yang membuat hidup akan jauh lebih bermakna. :)

Beberapa sahabat juga pergi, menemui takdirnya masing-masing, menjemput mimpi. Sedih. Tapi, aku juga bertemu wajah-wajah baru, akh senangnya mengetahui kita tak sendiri (orang-orang hebat yang kutemui di Bone, muslimah MHTI, FLP, rekan-rekan di STKIP Muhammadiyah Bone, terakhir sahabat-sahabat di Pasca Unhas Prodi Pendidikan) terima kasih. Di mana pun kau akan menemukan rumah baru, yang penghuninya akan memenuhi hatimu dengan kehangatan.

Dan biar kuberitahu, bisik-bisik saja, kegalauanku adalah... Karena aku hanya menjadi penulis blog, dua tahun ini, tak aku nyaris tidak menulis apa-apa, terlalu sibuk dengan dunia baruku. Dan kesibukan sama sekali bukan alasan, harusnya dengan semakin sibuk, seharusnya kita bisa mengatur waktu jauh lebih baik bukan. Tapi nyatanya nyaris, saya tidak lagi menulis secara serius. Mungkinkah karena posisi nyaman saya sekarang? Karena tidak begitu merasakan kegundahan teman-teman, selain kegundahan akan tugas kuliah saya yang menumpuk dan bagaimana menginisiasi mahasiswa saya yang setiap semester ada saja tantangan yang membuat gerah dan menantang kesabaran. Saya pikir kedua macam kegundahan itu bisa saya atasi dengan baik. Tapi masalah menulis serius ini, wow... Yah, mungkin karena posisi saya yang sudah nyaman, tapi benarkah nyaman? Nyatanya tidak.

Saya bukan tipe orang yang bisa lansung puas dengan pencapaian saya, apalagi saya sebenarnya belum mencapai apa-apa. Galau rasanya jika saya menghilang dari dunia tulis menulis. Memotivasi orang menulis, mendapati karya mereka yang keren akhirnya, membuat menjadi nelangsa, bukan iri. Tapi, saya merasa, ada sesuatu yang hilang, jiwa saya gelisah. Dan, kembali menulis serius bukan hal mudah, kembali ke titik awal, kembali merangkak. Tapi, saya tidak ingin tulisan saya tinggal sejarah, dulu tulisan saya terbit di, dulu tulisan saya menang di, dulu buku yang judulnya ... Wuih, menyedihkan, kalau saya telah tak ada dan meninggalkan dunia ini yah, tak apalah, tapi jika di usia ini tulisan saya malah telah terkubur, sungguh, sungguh menyedihkan. Maka saya tentu saja akan bangkit, walaupun akan tertatih. Yah, seorang sahabat menasehati, bukankah seharusnya kondisi nyaman harus membuat kita semakin bersyukur, bersyukur dengan terus memanfaatkan kesempatan dan potensi yang ada yang telah diberikan oleh Allah, dengan terus berkarya, menginspirasi. Bulan april yang lalu, saya mulai menulis kembali, mengirimkan karya-karya saya.

- Saya kembali mengedit cerpen lama "Air Mata Sang Demonstran" lalu saya kirimkan ke majalan D'rise, entahlah terbit atau tidak, tidak peduli.
-  Juga mengedit kembali Opini saya " RA Kartini, Gerakan Emansipasi Vs Islam", karena opininya terlambat dikirim jelaslah tidak terbit, tak apa.
-  Saya juga mengikuti Lomba d FB "Perjuangan Membeli Pakaian Syar'i Pertama", tidak menang juga tidak mendapat juara favorit karena lupa ngeshare, setelah menulis, saya melupakan, eh ada tulisan yang harus dipantau lho, lagi-lagi tak apa, yang penting sudah bedakwah lewat tulisan. :)
- Mengirim puisi "Puisi untuk Negeri" ke Lomba Puisi FLP Cab. Maros,kalau tidak salah judulnya Republik Demokrasi, Alhamdulillah, masuk sepuluh besar, ini kali pertama saya melombakan puisi,
-  Terakhir saya sudah membuat tulisan baru "Cenning Rara" sebuah cerpen, masih bingung dikirim ke mana,
- Oh yah, saya juga melanjutkan kembali bakal novel saya, sekarang sudah bab 11, semoga bisa saya selesaikan dengan lancar. Amin,

Terakhir, sebenarnya yang membuat saya galau kuadrad yaitu status saya yang enjel (ngak jelas). Hubungan saya dengan dakwah yang sedang mengalami masa peralihan, aktivitas dakwah saya begitu stagnan. Sahabat-sahabat saya sehalqoh dulu, telah melaju jauh meninggalkan saya. Dan kajian saya masih disitu-situ saja, salah satu alasannya karena saya harus pulangbalik Bone-Makassar, saya tidak menetap di satu tempat dengan jelas. Maka, kajian saya tersendat-sendat, tidak mudah, tapi sungguh ini bukan pilihan saya, ini Qadarullah. Untunglah, musrifah saya begitu pengertian. Iri rasanya melihat teman-teman telah memiliki banyak adik binaan, lalu harinya disibukkan dengan aktivitas dakwah (tentulah pahalanya begitu berlipat), dapat mengikuti perhalaqohan secara teratur setiap minggu, mengecas keimanan. Saya heran, mengapa ketika mendapatkan kesempatan, ada juga yang masih bermalas-malasan.

Maka, di tengah kegalauan saya, tentu saja saya tetap berusaha, bukankah dakwah itu begitu luas maknanya, melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kecil, semisal membersihkan kamar saja sebenarnya dakwah, keberihan sebagian dari iman bukan? Orang-orang yang datang yang melihat kamar kita yang bersih dan tertata rapi akan merasa senang, nyaman dan terjaga kesehatannya, mungkin akan menyadarkan dia (semisal dia orang yang agak berantakan) akan indahnya kebersihan, dan memberikan citra positif pada orang-orang yang belajar Islam, dan mungkin saja dari hal kecil saja dapat mengantarkan hatinya akhirnya cenderung terhadap Islam, dan akhirnya ingin mengkaji Islam juga. Setiap kegiatan yang kita lakukan dengan tulus dan sepenuh hati, juga disertai kesadaran bahwa semoga semuanya diridhoi Allah, dan dapat membawa kemuslahatan bagi orang lain, merupakan dakwah. Dakwah adalah poros kehidupan.

14.05.14 24
Di tanggal 14, bulan 5 tahun 2014, usiaku tepat 24 tahun, saya masih rajin mencatat mimpi-mimpi di kertas-kertas itu, dan kertas-kertas mimpi yang sebelumnya, ternyata telah terwujud satu-persatu walaupun tidak begitu persis, tanpa saya sadari sebelumnya, bahkan mungkin melupakan, dan tiba-tiba semuanya telah menhadi nyata.  Di usia 24, Semoga paru-paru ini senaniasa dipenuhi kesyukuran akan nikmat Allah, Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban ( QS. Ar-Rahman (55):55).

Beberapa mimpi yang akan aku tuliskan di Usia 24, di sini (Tolong bantu di amin kan...)

- Umroh bersama Ummi
- Wisuda S2
- Menerbitkan Novel sendiri
- Membesarkan komunitas Muslimah
- Menjadi dosen yang menginspirasi

Mimpi-mimpi yang lain, biarlah tercatat dalam kertas saja, dan jika kau datang ke kamarku, kau mungkin membacanya, beberapa sisanya saya simpan di hati saja. Semoga Allah mengijabah doa-doa kita...

Pada akhirnya, sebelum mengakhiri tulisan ini, mari melafal doa, lagi semoga kita selalu diberi petunjuk meniti jalan cahaya, jalan yang tak banyak dilalui orang, tidak mudah memang, tapi yakinkan diri bahwa kita akan bertahan sampai ajal memisahkan kita, apalah arti semua pencapaian-pencapaian dan mimpi-mimpi jika tidak tidak memperkokoh keyakinan Iman di hati, bukankah cinta-Nya lah muara mimpi-mimpi kita yang sesungguhnya?

Makassar, 14.15.14 24
Baru diposting soalnya baru selesai hari ini :)
Masih, di kamar tanpa jendela


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya