Langsung ke konten utama

Desain Peradaban dan Indikator Kekayaan



Hei Dear, bagaimana kabarmu?
Apakah kau sudah kaya? Akh, kau juga membuatku ngakak.
Tapi mari aku memulai balasan tulisanmu dengan membahas kekayaan, yang tentu saja tidak ada lagi hubungannya dengan Agustus.
Kaya untukku, eh bukan untuk kita. Yah, tentang indikator kaya ini, aku yakin kita memiliki persepsi yang sama.
Apakah aku kaya?
Aku merasa kaya Mer, tentu dengan indikator-indikator berbeda, bukan dengan ukuran seberapa banyak materi yang kita punya.
Sudah berapa mobil yang kita miliki, berapa jumlah deposito yang kita miliki, sudah berapa banyak bonus bulanan yang kita dapatkan.
Bukan, menurutku kekayaan adalah kebebasan kita untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Kebebasan untuk mengembangkan karir, membangun desain peradaban yang pernah aku katakan padamu.
Jujur saja, aku sudah terlalu jengah untuk mengurusi tetek bengek politik di negeri ini. Membicarakan dunia politik di alam demokrasi membuatku seakan ingin muntah, lalu terbaring tidak berdaya. Tapi tentunya tidak juga membuatku apatis. Tenang saja, aku memilih caraku sendiri.
Kita tentunya memiliki cara berbeda untuk melawan tirani bukan?
Dan aku memilih jalan Pendidikan, begitupun denganmu.
Aku memilih untuk membantu pemerintah, menjadi mitra bagi mereka. Karena aku yakin, banyak orang di pemerintahan yang masih memiliki niat yang ikhlas untuk benar-benar bekerja untuk masyarakat.
Harapan itu selalu ada.
Aku kini memilih tidak hanya memilih untuk menguktuk demokrasi. Tapi tetap memanfaatkan beberapa kebebasan atas Islam yang masih bisa kita laksanakan.
Mer, saatnya kita memperkenalkan islam, pendidikan kareakter yang digaung-gaungkan di negeri ini mestinya diisi dengan karakter Islam.
Sejatinya kita sedang berlomba dengan ideologi pemahaman serta pemikiran-pemikiran sekuluer, kapitalis, dan komunis yang seakan telah bermetamorfosis menjadi sesuau yang baru dan begitu indah.
Benar, bukan waktunya lagi kita saling mengungkit perbedaan pandangan, waktunya untuk bersatu, berdiskusi lebih dalam cara-cara kekinian untuk merangkul para melenial yang benar-benar harus di-treatment dengan cara milenial pula. Tentu saja dengan cara-cara kekinian yang santun, namun tetap berkelas juga tegas Tanpa harus berurusan dengan polisi cyber. Karena memang, sejatinya muslim menyebarkan Islam yang penuh kedamaian baik dalam dunia nyata maupun di dunia maya.

Ah, aku masih harus belajar dari kisah dan keyakinan para Nabi dan syuhada tentang kesuksesan yang sesungguhnya, tentang mendapatkan kekayaan hakiki. Mari menjadi kaya Mer.

Di tulisan selanjutnya, aku harap kau mau bercerita tentang hal pribadi yang agak emosional secara personal. Hahaha, bukankah kita wanita.

Bone, 24 Maret 2018

Komentar

Unknown mengatakan…
Tulisan yang kuat...
Jiwa perempuan pejuang ala milenial begitu terpanggil untuk satu keberpihakan bersama.
Saya yakin, Indonesia akan tetap terjaga dari rongrongan penghianat jika perempuan2 Indonesia setangguh ini...dan juga Islam tetap jaya bereksistensi menuju kesempurnaannya..

Postingan populer dari blog ini

Tanpa Suara

Hukuman paling telak adalah diam Jiwa terasa tercerabut Semangat melayang entah ke mana Jika kau masih diam Maka kelak kau akan menjumpainya Diam selamanya Karena dia telah mati bersama kata-kata terakhirmu

Seminggu Selepas Purnama

Seminggu selepas purnama, Maaf aku tak datang Seminggu selepas purnama Ada yang mencipta berbagai guratan yang menyeretku, terpaku Aku terjebak dalam labirin wajah rembulan dan menghilang Dan kita hanya bisa berjanji Tentang pertemuan, seminggu selepas purnama Karena takdir mampu menyapu dan mengubah segala Seperti awan yang tiba-tiba menutupi bulan Seminggu selepas purnama Kudengar ada adik kecil berjiwa bidadari pergi, Menuju rumah abadinya Kau boleh bersedih Aku bahkan tidak mampu mengucap satu kata pun Aku berdoa dalam diam Dan benar katamu Ia tidak mati, tapi ia sedang memulai hari kehidupan yang baru Di tempat yang berbeda Namun yakinlah, kita akan bertemu pada minggu-minggu berikutnya selepas purnama yang entah Pada suasana yang tidak bisa kita tebak Seminggu selepas purnama Aku dilema, tanpa kata, tanpa kabar Tanpa perpisahan Karena memang tidak ada perjumpaan Seminggu selepas purnama Seseorang di sana merindukanku, lebih dari biasa Palu, ...

Alasanku Meninggalkanmu Saat Itu...

Dulu pas awal2 nikah, sy juga suka nonton GGS  (Ganteng-ganteng Serigala) 😁, sekitaran tahun 2015, suka nonton sama suami... N ngefans sama si Prilly ini, di situ actingnya lebay, tapi suka sekali... Ternyata memang krn dia sekeren ini, dengan berbagai prestasinya... Di full podcastnya Domani Siblings juga akhirnya tau kenapa dia sesakit itu sama si lawan mainnya waktu. Oia ini link full podcastnya Domani yang ngewawancara Prilly sampai akhirnya Prilly buka-bukaan: https://youtu.be/bj4WVd2I_vM?si=qrmvB3l_7I-kcSUh Dan sempat heran aja, kenapa dia segitu ngak maunya disangkut pautkan dengan si lawan mainnya. Dan sangat ingin membuktikan bahwa dia juga bisa acting dan jadi terkenal karena bakatnya sendiri, atas kerja keras berdiri di atas kaki sendiri, tentunya dengan doa dan dukungan orang-orang terdekatnya... Ternyata oh ternyata, bukan aja tak dianggap tapi sempat di block kariernya... Sedih banget ngak sih... Yah.. Hal yang paling menyakitkan bagi perempuan adalah tidak diangg...