Langsung ke konten utama

Sebuah Empati untuk Pasangan



Kita harus mencoba berempati lebih banyak dan sering jika ingin meredakan marah pada pasangan. Kadang, kita merasa berjuang sendiri, menderita sendiri, berperang sendiri. Sebenarnya tidak, ketika kita telah berada dalam sebuah pernikahan, maka sekecil atau sebesar apapun rasa yang kita miliki, baik itu senang, marah, kesal bahagia, sebenarnya hal itu juga dirasakan oleh pasangan kita. 
Suami dan istri, perempuan dan laki-laki. Kita adalah mahluk berbeda yang disatukan dalam sebuah pernikahan. Lalu konflik demi konflik terjadi, drama demi drama bermunculan karena berbagai perbedaan tersebut. Dan yang akan membuat semuanya lebih buruk adalah kurangnya empati dan ilmu dalam diri kita.

Sebagai wanita, berbagai prasangka muncul dalam hati kita. Merasa pasangan tidak perhatian, merasa pasangan tidak peduli, bahkan yang lebih ekstrim merasa laki-laki adalah mahluk tanpa perasaan. Dengan mudahnya kita menjudge, padahal ilmu telah sampai pada kita bahwa laki-laki memiliki ekspresi yang berbeda dengan mereka. Yah, mereka bukan mahluk tanpa perasaan. Mereka hanya mahluk yang minim ekspresi.

Tidakkah kita sebagai perempuan iba dengan hal itu? 
Mereka juga sedih ketika kita sedih, sayangnya mereka tidak bisa mengekspresikan rasa sedih dengan menangis, atau bahkan mereka cenderung menutupi rasa sedih yang mereka miliki, sehingga yang terpancar dari wajah mereka adalah ekspresi datar, ekspresi biasa saja.

Menyedihkan bukan.
Juah lebih menyedihkan menjadi mahluk yang sedih tapi tidak mampu mengekspresikannya, yah mereka sedih. Namun setelahnya mereka akan kembali di-judge sebagai mahluk tanpa perasaan. Bukankah mereka lebih menyedihkan dari kita? 
Mereka sedih, tapi tak terlihat sedih, lalu dianggap tak punya perasaan. Sesungguhnya rasa sedih mereka akan menjadi berlipat. Sayangnya, biasanya ekspresi sedih yang berlipat itu akan muncul sebagai kemarahan. Dan lagi, mereka akan di judge sebagai lelaki pemarah.

Bagi saya memberikan empati akan sedikit mengangkat rasa sedih di hati saya, rasa marah yang mengendap akan sedikit menipis. Dan mungkin saya akan mencoba memaafkan lagi, bukankah menikah adalah tentang seberapa sering kita dapat memaafkan.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya