Langsung ke konten utama

Mengikis Mitos Terorisme


Prolog : Ini tulisan yang aku buat beberapa minggu lalu, tepatnya 15 Desember, begitu yang kuliat di draf pengiriman emailku. Aku tidak tahu kenapa tulisan ini tidak termuat, mungkin karena analisisnya kurang kuat, atau  memang tulisannya yang kurang bagus. Tapi, aku tidak peduli. Yang jelasnya aku senang sudah menulisnya. Itu saja, semoga kau suka membacanya.

Istilah terorisme muncul pasca tragedi World Trade Center 11 September 2001. Sekilas, tidak ada yang salah dengan istilah terorisme. Namun jika kita mencermati, sejak awal kemunculannya istilah terorisme ternyata telah ditujukan secara langsung kepada kelompok tertentu yang kontra terhadap kebijakan-kebijakan barat. Isu terorisme kemudian digelindingkan bak bola salju diberbagai negeri muslim yang berupaya mendirikan negara dengan Islam.
Indonesia pun tak luput dari hembusan mitos bahwa negeri ini merupakan salah satu sarang teroris. Berbagai kasus peledakan bom yang begitu ganjil seolah menjadi sebuah bukti yang dipaksakan, Kasus bom selalu hadir bersamaan dengan kasus-kasus besar di negeri ini. Kasus terakhir yaitu bom solo yang terjadi di bulan September lagi-lagi bersamaan dengan menyeruaknya kasus Nazaruddin.
Peristwa bom yang terjadi membawa berbagai keuntungan bagi pihak yang membenci Islam. Pertama pelaku aksi bom tersebut secara langsung dikaitkan dengan ormas ataupun gerakan Islam yang memperjuangkan negara Islam. Hal ini menimbulkan kecurigaan yang besar ditengah-tengah masyarakat tentang orang perorang atau pun kelompok yang ingin mendirikan negara Islam. Terjadilah stigmatisasi dengan pelebelan islam garis keras atau pun fundamental yang harus dihindari dan harus segera dimusnahkan.
 Dampak dari penyesatan isu tentu saja begitu merugikan pihak-pihak Islam, jadi sangatlah tidak masuk akal jika aksi-aksi pemboman tersebut dilakukan oleh orang Islam yang ingin mendirikan Khilafah sebagai negara Islam. Berbagai upaya kemudian dilakukan untuk menuntaskan kasus terorisme di Indonesia sebagai aksi war on terrorism. Namun ternyata ini hanyalah mitos untuk melawan kekuatan-kekuaatan Islam yang semakin tidak terkendali menjadi war on Islam.
 Di Indonesia sendiri pemerintah telah melakukan berbagai upaya pemberantasan terorisme melalui RUU Intelijen dan proyek deradikalisasi. Namun sayangnya aksi-aksi tersebut hanya akan berujung pada kegagalan dan bahkan semakin memicu aksi protes karena menjadi dalih pencekalan dan penangkapan orang-orang yang tidak bersalah tanpa bukti yang jelas. Hal ini tentunya akan menambah kebencian ditengah masyarakat yang mulai sadar dengan kegagalan sistem hari ini. RUU tersebut sarat dengan upaya untuk menghalau kekuatan kaum muslimin untuk bangkit dari penjajahan barat menuju kemuliaan Islam. Terorisme hanyalah sebuah mitos jebakan perang Ideologi yang ditikamkan Amerika tepat ke jantung kaum muslimin. Oleh karena itu tidak ada cara lain yang lebih praktis mengikis terorisme di Indonesia dengan segera mengganti sistem kufur menuju Khilafah Islamiah.

Epilog : Tanpa Penutup,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Kecil Untuk Diriku...

Dalam perjalanan hidup, terkadang kita terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Pikiran-pikiran negatif, perasaan-perasaan yang tidak seharusnya. Pikiran dan perasaan itu lalu menumpuk, bagaikan benang kusut yang kita tidak pernah tahu, bagaimana dan kapan akan berakhir. Pada titik itu, kita dilanda depresi. Suatu hal yang sebenarnya ilusi yang kita ciptakan sendiri. Jika berada di titik itu, tariklah nafas. Terima keadaan, terima dirimu, dan selalu yakin bahwa Allah selalu ada, dimanapun dan bagaimanapu  kondisi kita. Berikan waktu untuk diri, mulaikah pikirkan hal-hal yang baik dan indah, tentang semua hal yang kita lewati, tentang semua rintangan yang telah kita hadapi. Singkirkan satu persatu kecemasan yang tidak semestinya. Mulailah membuat impian, pikirkan langkah-langkah kecil yang akan membuat semuanya menjadi lebih indah. Jika terdapat hambatan, yakinlah itu hanya ujian untuk membuatmu semakin kuat. Membuat cerita dalam perjalanan hidupmu ak

Merayakan Aksara dalam Dekapan Keindahan Banggai

Luwuk , saya telah lama mendengar nama kota ini, adalah ibukota kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Beberapa sanak saudara saya, merantau dan akhirnya menetap di sana, pun mertua saya pernah menetap beberapa tahun di salah satu kacamatan di Banggai . Setiap mereka pulang ke kampung halaman, oleh-oleh berupa ikan asin dan cumi kering menjadi makanan yang selalu kami tunggu, hal tersebut membuktikan bahwa potensi kekayaan bahari Banggai begitu melimpah. Hal ini tak mengherankan karena sebagaian besar wilayahnya merupakan lautan yaitu sekitar 20.309,68 km2 dengan garis pantai sepanjang 613,25 km2, tentu saja menyimpan kekayaan bahari yang berlimpah.   Tidak hanya itu wilayah daratanya dengan luas 9.672,70 km2, dengan keanekaragaman tipografi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran randah. Tanahnya menyimpan kesuburan, berbagai buah-buahan dapat tumbuh subur ranum. Bulan kemarin saya bahkan mendapat kiriman buah naga dan salak yang sangat manis dari saudara di Luwuk .  Da

Cenning Rara

Di luar angin berhembus pelan, namun menipkan udara dingin hingga menembus sumsum tulang rusuk, masuk lebih dalam menghujam hati.  “Ibu, aku begitu rindu, sangat. Namun, apakah aku mampu untuk pulang? Ibu, bisakah aku mengatakan tidak. Haruskah aku kembali menghianatimu.  “Maaf Mak.” Uleng memendang bulan, air mata jatuh, menganak sungai. Hatinya tersandra dilema. Andi Cahaya Uleng, nama yang indah seindah artinya, cahaya bulan. Namun sayang, malam ini, untuk kesekian kalinya, hatinya dilanda prahara.  Yah, setiap kali rencana penghianatan menuntut dan berontak dibenaknya, bayangan cinta itu selalu hadir, membelai, menghangatkan, menenangkan. Bayangan cinta itu, yang tidak akan pernah pergi dari benaknya, bahkan nama yang indah itu juga pemberian cinta dari sang Ibu yang disapanya “Emmak”. Bayangan Emmak setia datang menemani, bahkan saat Emmak jauh. Aura cinta Emmak tak pernah pudar, bahkan semakin terasa. Angan-angan Uleng melambung jauh. Lagi, merasakan cinta tak bersyarat Emmak. Ya